SAJAK SENANDUNG NEGERI
SAJAK SENANDUNG NEGERI
MUHAMMAD FADHLY THAHIR
Semilir angin dipagi hari. Sejuk
merasuk menembus sukma. Tetes embun pagi di deretan dedaunan memberi inspirasi
hari. Mentari pagi perlahan terbit tampakkan kuasa pada makhluk bumi. Masih
bersama angin pagi, sejuk sepoi-sepoi sentuh dinding hati. Kicau burung
kutilang memecah sendu pagi hari dan gemericik air dari atas loteng beri irama
pagi. Fatamorgana datang dari sisi terjauh negeri. Debu-debu beterbangan
menyesakkan napas dan kerongkongan. Efek kemarau panjang yang tak kunjung tampakkan
ujung asa. Adapula rintik air tiada
henti menghujam ke bumi. Membawa banyak luka saat ia menyeret
rumah-rumah,meluluhlantakkan ladang persawahan hingga gagal panen bergema
dimana-mana, luapan amarahnya menyisir tiap sisi jejak-jejak manusia hingga tak
membekas. Sketsa nanar negeriku. Yeahh…berbagai macam ilusi lahirkan berbagai tanya
dalam diri seorang anak muda..
Adakah
dikau merasakan sempitnya ruang berekspresi..berekspresi meluapkan idealisme
positif untuk setiap tragedi. Adakah dikau merasakan pengapnya ruang imajinasi..imajinasi
yang lahir dari aura positif nilai ketulusan dan karya. Adakah dikau merasakan
kerasnya kehidupan..kehidupan yang hanya memihak pada kolektivitas semu
manusia-manusia tak berperikemanusiaan. Adakah dikau merasakan perihnya luka
nestapa perjuangan..perjuangan membela kebenaran namun terhalang oleh tembok
tinggi nan menjulang makar kejahatan. Adakah dikau merasakan ketidakpekaan
realitas..realitas bahwa negeri ini memiliki 1001 persolan yang terjilid rapi
dalam bab-bab dan episode hingga ratusan ribu. Adakah dan mampukah dikau
merasakan semuanya. Seakan pertunjukan badai tornado dengan pusaran gelombang
berisi ribuan frekuensi ilusi tak terduga dan tak biasa. Panorama surga negeri
gemah ripah loh jinawi.
Huffth..tak
terasa pena dan secarik kertas mulai diambil anak muda itu..mulai
menulis..ditemani laptop dengan berbagai macam imaji tentang negeri. Menulis
dan terus menulis hingga tetes terakhir tinta kreatifitas habis. Ia tak pernah
mengira bahwa meski tinta pulpen yang ia pakai habis..permasalahan negerinya
belum habis menyejarah. Namun ia hanya ingin semua tahu bahwa,masih ada anak
muda seperti dirinya dan masih ada sekelompok anak muda yang masih peka dan
peduli dengan dongeng negerinya. Dongeng sebelum tidur yang ia dapatkan dari
bangku sekolah, professor, ilmuwan, cendekiawan dan buku-buku serta realitas
membatin duniawi.
Terkisahkan
dari sudut-sudut gelap pemerintahan level bawah hingga pusat..dari ruang-ruang
gelap dan kongkalikong elit-elit negeri. Bertransaksi politis tak solutif
sungguh miris. Bercanda dan tertawa di emperan permadani birokrasi saat tangis
dan darah mewabah menjangkiti jutaan nyawa. Berpesta dan bercinta di altar
singgasana angkuh tak tersentuh dikala cemas dan was was menghantui merajam
jiwa tak kenal waktu. Melakukan makar untuk prestasi pribadi dan
kelompok..mengabaikan hak dan eksepsi banyak tatapan nanar prihatin akan hari
esok. Disana tak ada air mata..air mata hanya datang pada mereka di kolong
negeri.. semakin banyak dan suatu saat siap menerkam mereka dengan amuk banjir
di tengah malam. Disana hanya ada perut-perut buncit..menatap kosong mereka
yang kurus kering kerontang karena hidup dan harapan sesuap nasi. Sebuah alur
drama dan tragedi menyayat hati dan jiwa..mengiris lembayung sukma dan nalar
imaji..
Ahhh..keadaan
ini semakin parah dan membingungkan..betapa kalutnya electron-elektron pikiran
ini..pikiran yang tak kuasa lagi untuk memetakan ujung pakal persoalan negeri
yang terlanjur terdampar di riak ombak samudera konspirasi. Namun,adakah
pikiran seperti ini sampai kepada mereka yang duduk di singgasana empuk
pemerintahan, DPR MPR hingga istana negara. Pikirnya, waktu mereka tak begitu
banyak terluangkan untuk barang sejenak duduk dan merenungi suratan takdir
bangsa ini. Mereka tak sadar bahwa gejolak perubahan telah lahir dari mercusuar
anak muda kreatif dan konstruktif negeri.
Dalam benak
anak muda itu terkisahkan sebuah cerita..Mereka rakyat negeriku..kurang lebih
230 juta jumlahnya. Mereka tak semua mampu merasakan lezatnya hidup. Mereka
memang kaya..kaya akan kemirisan hidup bagai irisan sembilu..apartemen kolong
jembatan, villa reot dan kumuh, permadani koran dan kardus bahkan jalan
raya..merasakan dinginnya AC alami yang merasuk hingga ke sumsum tulang.
Mereka rakyat
negeriku..yang mengantre berpuluh-puluh kilo untuk mendapatkan jatah BLSM atau
bantuan semu yang tak memberi solusi. Berdesak-desakan hingga sesak napas,
pingsan bahkan tewas..hanya untuk mendapatkan beberapa ratus ribu yang idealnya
sangat jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup anak istri dan
keluarga. Memang kita perlu berterimakasih dan bersembah sujud kepada paduka
presiden dan pemerintah. Pemimpin yang telah menjadikan rakyatnya terlihat
begitu melarat, bodoh dan tak mampu bekerja. Pemerintah yang mampu menyulap
rakyatnya dalam sekejap menjadi peminta-minta di siang bolong..terang-terangan
hingga menjadi tontonan biasa dimana-mana..tak lagi terbatas di pinggiran jalan
dan lampu merah.
Mereka rakyat
negeriku..menjadi tamu di negeri sendiri. Saat investor dan korporator asing
berdatangan, bertamasya sekaligus mengeruk kekayaan alam negeri ini.
Mengeskplorasi hingga tanah dan perut bumi negeriku menjadi mules dan sakit.
Sakit bukan karena mereka terus dijamah oleh tangan-tangan asing tapi karena
mereka sedih melihat sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa kanndungan perut bumi
yang ada tak dimamfaatkan oleh tuannya sendiri. Padahal ia tahu bahwa rakyat
negerinya begitu membutuhkan semuanya. Kelola ia dari bahan mentah menjadi
barang jadi lalu jual dan ekspor hingga mendatangkan nilai lebiih untuk negeri.
Mereka rakyat
negeriku..menjadi supporter setia drama busuk para elit negeri tak
bertanggungjawab. Tiap hari mereka menjadi saksi lahirnya peristiwa memuakkan
para pemangku etalase pemerintahan..menjadi saksi munculnya tokoh-tokoh
antagonis negeri..menjadi saksi bisu pusaran mahligai ketidakadilan. Suguhan
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sekan menjadi episode sinetron tiada
henti. Kejahatan para tikus-tikus berdasi yang bermain petak umpet dan retorika
klimis dengan penegak hukum negeri..hukum hanya menjadi boomerang bagi kaum pinggiran
bawah..menjadi pisau belati bagi para cukong-cukong politik dan ekonomi serta
pemilik rekening gendut terakreditasi. Ibarat kucing dan tikus yang senantiasa
bermain kejar-kejaran dan petak umpet..ada masa si kucing sukses menangkap
tikus, namun lebih sering si kucing gagal dan terpedaya serta kecolongan oleh
tipu muslihat licik dan tengik tikus-tikus kotor dan busuk itu. Tikus-tikus
yang menumpuk hasil jarahan dan kerja haramnya di brankas-brankas, deposito,
bank, dan berbagai macam tindak pencucian uang. Mereka kaya dan semakin kaya.
Hukum tak lagi adil nan bersahabat..ia tak lagi menyejukkan hati dan pikiran
serta hanya bertansformasi menjadi robot tak bertenaga. Efek kapitalisme terasa
mejerat mencekik leher namun tak kuasa mereka atasi. Terlalu banyak drama kotor
dan tak beretika tersuguhkan dari mereka yang seharusnya menjadi teladan apriori
opini public.
Mereka rakyat
negeriku..hanya bisa ternganga nan terkesima melihat ketidakbecusan pemimpin
negeri ini. Memimpin dengan penuh keragu-raguan. Ragu mengambil keputusan yang
cepat, tepat serta solutif untuk rakyatnya. Memimpin dengna penuh rasa takut
dan bimbang..takut oleh prestise yang berkembang..takut akan buah simalakama
kontrak kerja dengan berbagai konspirasi nasional dan internasional..takut akan
kehilangan citra dan premis positif dari masyarakat..namun ia sendiri tak
berani mengambil sikap untuk kemaslahatan rakyatnya..adalagi sikap yang ia
ambil hanya menambah kesengsaraan rakyat. Rakyat negeriku hanya bisa geram
mengepalkan tinju lalu memukul tembok karena kekesalan tak tertahankan atas
sikap pemerintah yang cengeng, tidak tegas serta berani. Semakin kecewa saat
harga diri bangsa diinjak-injak oleh negeri lain..namun pemerintah hanya bisa
berdiam diri atau melakukan diplomasi inkonstruktif..kedaulatan negeri ternodai
oleh negeri tetangga..teritorial dimasuki tanpa izin…wilayah perbatasan terus
dirongrong dan dilecehkan, pulau-pulau tergadaikan, terjual dari hasil lelang..wilayah
negeri semakin sempit..alam tak kuasa mencegah abstraksi dilema warga negeri di
perbatasaan..saat rupiah berganti ringgit..saat merah putih tergantikan di tiang
bendera ujung negeri..saat bahasa ibu berfluktuasi menjadi bahasa kedua..malang
dikau tanah negeriku..harga dirimu tak lagi berharga mahal dan mati.
Engkau
pemerintah negeri ini..berbagai macam tragedi telah mejadi aksioma sarapan,
makan siang dan malam..namun sepertinya memang hati-hati kalian nyaris telah penuh
noda hitam dan tak peka lagi. Tahukah engkau bahwa kepekaan hanya akan lahir
dari jiwa serta nurani yang memiliki sensitivitas baik dalam melihat dan
merespon realitas..dan engkau hanya bekerja dalam dimensi ruang skeptis dan
parsial..tak mampu engaku bekerja dalam diafragma totalitas dan eksepsi
komprehensif. Ataukah memang engkau masih butuh belajar tentang narasi kepemimpinan..masih
butuh lagi belajar tentang makna sebuah amanah..masih perlu belajar tentang
kepekaan realitas,,tentang pola pikir visioner atau belajar tentang semuanya???
Tidak cukupkah
gelar akademik yang engkau peroleh dari universitas ternama dalam dan luar
negeri..Ohhh,,mungkin memang itu tak cukup..tidak cukup untuk sebuah urusan
bertitel kenegaraan. Ataukah engkau ingin diajari oleh generasi-generasi muda yang
energik dan visioner..namun naïf rasanya bagi kalian untuk melakukan itu
semua..apalagi mendengar nasihat dan petuah agama. Pantas saja jikalau ribuan
kata-kata yang diteriakkan oleh anak-anak muda intelektual tak lagi engkau
hiraukan..padahal anak muda itu turun ke jalan membentuk parlemen jalanan itu
karena imbas ketidakbecusan kalian elit negeri yang duduk di parlemen
sana..elit negeri yang bertahta di menara gading yang sepi, menjauh dan
terpisah dari masyarakat. Anak-anak muda negeri yang rela berkorban waktu,
pikiran, tenaga bahkan nyawa mereka demi sebuah amanat suci yang lahir dari
lubuk hati terdalam.
Tidakkah
engkau malu pada dirimu sendiri? Diberi nasihat, peringatan, saran serta kritik
membangun namun kalian hanya menutup telinga, mata fisik serta mata batin
kalian untuk semuanya. Seakan-akan melodi yang terbentuk dari alunan
suara-suara anak negeri ini hanya menjadi nyanyian pengantar tidur siangmu di
kursi-kursi empuk kantoran hingga di Senayan sana. Engkau berpikir bahwa
suara-suara itu hanyalah suara-suara idealisme buta dari kelompok manusia…Oohh
tidak!!! Biar kuberitahu padamu,,bahwa alunan suara itu adalah rangkaian
kata-kata yang lahir dari abstraksi pemahaman yang mendalam akan kondisi
kenegaraan dan konsepsi kebangsaan yang terjadi..perasaan yang lahir dari
saripati luka dan perih melihat negeri kaya namun miskin realitas. Anak muda
itu paham dan sadar akan posisinya serta tahu apa yang harus mereka lakukan.
Seharusnya engkau, elit negeri juga begitu..tahu posisi dan apa yang semestinya
engkau kerjakan. Sebenarnya tak perlu engkau diajari..rakyatmu tahu bahwa engkau
adalah orang terpelajar namun sayang memang bahwasanya kalian bukan orang
berakhlak dan berbudi pekerti luhur. Huuffth..payah..!!!
Baiklah..jika
memang semuanya masih bias untuk kalian para elit negeri dan pejabat negara..atas
dasar keikhlasan, anak muda ini siap untuk mengajari engkau makna kepemimpinan
dan kepekaan merespon realitas. Hingga akhirnya engkau pun tahu bagaimana cara
memimpin dengan landasan batu bata agama, keikhlasan, kemampuan yang
komprehensif merespon realitas, professional, visoner, berdedikasi tinggi,
menjadi pemerhati yang baik, berwawasan lokal dan kebangsaan, berpikir modern
dan global, bekerja dengan irama totalitas serta yang terpenting adalah
memimpin dan bekerja atas nama cinta.
*No Retreat…No Surrender…!!! Go...My Beloved
Country…!!!*
* dibacakan pada acara pembukaan MUSDA II KAMMI Daerah Makassar*
0 comments:
Post a Comment