Monday, March 17, 2014



 "JOKOWI JADI PRESIDEN, LAYAKKAH?"

Muhammad Fadhly Thahir

Akhirnya Joko Widodo yang lebih dikenal dengan JOKOWI resmi menjadi calon presiden dari partai PDIP. Sebenarnya pencalonan ini bukan lagi isu baru di tanah air. Di penghujung 2013 dan awal tahun baru 2014, nama Jokowi sudah santer diberitakan bakal menjadi calon presiden usungan partai Pimpinan Megawati Soekaro Putri ini. Majunya Jokowi ke panggung perebutan kursi nomor 1 RI tak pelak menimbulkan beragam spekulasi mengenai topeng politik yang tengah disusun oleh Partai Banteng Merah ini. Hal ini bisa menjadi sebuah praksis ideologis bagi pengamat politik tanah air dan masyarakat selaku pemilik demokrasi. Bukan karena sosok seorang Jokowi yang begitu populer sejak naik daun akibat mobil Esemka. Namun lebih kepada penilaian layakkah ia menjadi seorang presiden.
Jokowi, yang dikenal luas masyarakat Indonesia sejak momen peluncuran mobil Esemka adalah seorang figure baru di panggung perpolitikan nasional. Puncaknya saat ia kemudian berhasil meraih pucuk pimpinan di DKI 1. Lewat metode blusukan yang ia ambil praktis membuat citranya melambung tinggi. Dari segi ini satu nilai positif patut untuk diberi apresiasi. Bahwasanya ia telah berhasil menerapkan sebuah metode yang didalam istilah kerennya lebih dikenal dengan istilah merakyat. Memang sejatinya para calon pemimpin sepantasnya melakukan hal yang sama dengan Jokowi. Lebih intens untuk dekat dengan masyarakat, berbaur dengan semua lapisan masyarakat utamanya menengah ke bawah. Namun memang yang banyak kemudian terjadi adalah calon-calon pemimpin atau calon anggota legislatif hanya ingin enaknya saja. Mengambil jalan isntan dengan tak mau mengambil banyak resiko dan perasan keringat.
Figuritas Jokowi yang melonjak drastis tak terlepas dari peran media massa dalam memainkan perannya. Segala hal dari sisi positif Jokowi digembar gemborkan hingga terlalu sering melebihi fakta yang ada. Media TV, Radio, cetak hingga dunia maya nyaris tak pernah alpa menyajikan kharismatik, kesederhanaan dan keahlian Jokowi dalam aspek kepribadian dan kepemimpinan. Beberapa bulan terakhir boleh dikatakan persentase pemberitaan tentang Jokowi  seakan menjadi panggung akrobatik yang dinikmati ratusan juta pasang mata di seantero negeri. Hingga pada akhirnya kesemuanya melahirkan aksioma dalam realitas masyarakat. Jokowi digelari Ratu Adil, Manusia Setengah Dewa dan berbagai macam gelar yang kesemuanya merujuk pada pengaguman berlebihan terhadap sosok Jokowi. Astaghfirullah, sudah sebaik itukah Jokowi hingga gelar yang diberikan padanya telah menyaingi bahkan mengalahkan gelar para Nabi. Dari sini kita kemudian bisa membuka ruang diskursus nalar kepada khalayak bahwasanya sudah sejauh mana kapsitas keilmuan gubernur DKI itu dalam memimpin ibukota dalam kaitannya dengan realita di lapangan.
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana berbagai program kerja yang dicanangkan Jokowi saat menjadi calon gubernur pada kenyataanya tak terealisasi atau mandek di tengah jalan. Program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang dicanangkan untuk masyarakat kurang mampu di DKI yang sejatinya menjadi sebuah program unggulan ternyata banyak menemui kendala. Saat beberapa rumah sakit yang diajak bekerjasama mundur karena merugi, pemberian jatah kepada yang tidak berhak, program yang ditengarai tumpang tindih dengan JKN, hingga pada akhirnya DPR akan mengajukan rencana interpelasi terkait program KJS ini. Selain itu, proyek monorail yang dicanangkan Jokowi sepertinya akan sangat sulit untuk teralisasi. Pemegang hak tender proyek, PT Jakarta Monorail (JM) mengalami hambatan pada sisi tata ruang kota yang mengakibatkan plan area yang sudah disusun tak sesuai dengan realita kota di lapangan. Hal ini mengakibatkan jokowi seakan mulai meninggalkan visinya itu dan mengalihkan ke alat angkut penumpang lain yang lebih mudah dibanding monorel yakni Metro Kapsul. Sekarang, proyek monorail menunggu nasib antara langit dan bumi.
Proyek bus transjakarta yang juga dicanangkan Jokowi pada akhirnya mengalami nasib yang tidak jauh berbeda dengan proyek monorail. Dengan dana yang cukup fantastis untuk mendatangkan ratusan unit bus gandeng dari Cina itu diawal kedatangannya sudah menemui banyak keganjalan. Mesin yang karatan, kaca spion hilang, pintu rusak, perangkat dalam yang rusak hingga ada yang terbakar di tengah jalan. Kesemuanya semakin memberatkan indikasi bahwasanya memang bus–bus yang didatangkan bukanlah baru alias bekas. Indikasi ini juga semakin menguatkan dugaan penyelewengan dana milyaran rupiah dari proyek  yang menurut laporan terakhir dari Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) bekerjasama dengan KPK menduga adanya penggelembungan dana lebih dari 53 miliar rupiah. Sungguh miris jadinya jika kita menilik satu persatu program kerja dari Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta.
Sampai disini kita sudah bisa memahami sedikit banyak bagaimana sebenarnya pencapaian dari seorang Gubernur DKI dalam melakukan kerja-kerja selaku pemimpin. Sangat sering kita menelaah kata-kata yang terlontar darinya saat ditanyai oleh wartawan yang mengindikasikan bahwa hingga pada titik ini Jokowi sudah cukup pusing dengan pergolakan realitas yang ada. Bagaimana jika ia menjadi presiden? Ini baru Jakarta belum Indonesia yang lebih luas dan kompleks permasalahannya. Berangkat dari realita yang ada, hal ini pula menyebabkan para buruh saat berdemonstrasi tentang upah minimum kerja menyebut Jokowi bukan gubernur mereka tetapi gubernur monyet. Hal ini bukanlah sekedar ungkapan kekesalan saja tapi karena memang disaat banyak masalah yang menghimpit ibukota, Jokowi malah lebih asyik memberi perhatian lebih kepada monyet yang ada di Kebun Binatang Ragunan dibanding memerhatikan tuntutan warganya dan Ibukota. Tak heran jika kemudian banyak pengamat dari beragam kalangan juga menilai bahwa kapasitas keilmuan Jokowi belum mampu untuk mengurus kompleksitas kebangsaan. bukan hanya itu, bahkan level gubernur ibukota saja memang sudah dipertanyakan. Hal ini terbukti dari ketidakmampuan ia dalam menghadapi dan mengambil langkah strategis menghadapi gelombang polemik Ibukota. Mungkin memang selama ini ia hanya menang citra layaknya SBY. Miris.
Seabrek permasalahan ibukota tak menjadi penghalang bagi Jokowi untuk maju sebagai calon presiden pada  bursa capres tahun ini. Boleh dikatakan ini adalah sebuah lelucon terhadap realita dan juga sebagai sebuah intrik politik. Bukanlah sebuah pernyataan semata jika ini adalah lelucon. Lihatlah berabgai permasalahan ibukota saat ini yang hingga detik ini belum juga bisa diatasi dan ditemukan ramuan mujarabnya. Banjir, macet, pemukiman kumuh, urban, infrastukur jalan, sarana public, dan masih banyak lainnya adalah deretan perkara tak biasa yang seharusnya menjadi objek pemikiran bagi seorang pemimpin. Lari dari kenyataan dengan mencari peruntungan baru. Selanjutnya, mengapa ini disebut intrik politik? Melihat dari data rerakhir yang dikeluarkan KPK tentang tingkat korupsi partai politik maka bisa kita ketahui bahwa PDIP menjadi juara wahid dalam urusan ini. Untuk mengaburkan pandangan masyarakat yang jika dibiarkan bisa merusak citra partai maka diusunglah seorang jokowi yang lagi tren di masyarakat guna menyelamatkan topeng partai. Cerdik. Harapannya bahwa dengan popularitas Jokowi sebagai pemimpin yang ramah, sederhana dan mumpuni mampu menjadikan masyarakat lupa akan berbagai prestasi gagalnya dalam memimpin ibukota dan mereduksi opini masyarakat terkait rekor korupsi yang dilakukan elit partai di berbagai daerah hingga pusat.
Momentum politik tahun ini adalah sebuah pertarungan ideologi yang sangat berat. Salah dalam mengambil keputusan berakibat fatal lima tahun kedepan. Periode kali ini adalah periode tahun emas bagi Indonesia untuk menapak lebih maju dari sebelumnya. Dekade inilah harapannya Indonesia bertumbuh menjadi negara yang punya pengaruh besar dan bisa kembali disegani. Bila kemudian momentum politik kali ini tidak menjadi representasi massif bagi rakyat Indonesia maka alamat buruk bagi dunia perpolitikan tanah air. Jikalau kekuatan materi mengalahkan demokrasi bisa dipastikan berefek bagi konstalasi negeri di semua sendi kehidupan. Kini bukan lagi eranya citra menjadi pedang pembelaan diri. Namun yang terpenting adalah menunjukkan dedikasi dan kerja nyata. Jadilah pemilih cerdas yang memilih bukan karena figuritas semata akan tetapi karena kerja nyata dan kontribusi terhadap negeri dan khalayak selama ini. Memilih bukan karena uang sudah di tangan tapi memilih karena penalaran dan analisa yang menyeluruh dan tak timpang. Jika tetap idealis tak ingin memilih ada baiknya coba untuk merenungkan kenyataan partai politik. Apakah mereka dihuni oleh para malaikat atau manusia. Dikarenakan mereka adalah manusia yang mengurus seuatu pastinya mereka tak lepas dari salah dan khilaf. Namun yang terpenting adalah cobalah untuk tidak terbuai oleh pemberitaan negatif media terhadap partai politik tapi fokuslah pada penggalian informasi dari berbagai sumber terhadap sebuah partai politik dan kinerja kader-kadernya di panggung realitas. Kita harus percaya bahwa masih ada partai yang betul-betul punya niatan tulus dan visi serta misi cemerlang untuk Indonesia.

Saturday, March 15, 2014



 "POLARITAS KONSEP DAN AKSI"

Muhammad Fadhly Thahir

Terkadang dalam dunia realitas yang kita alami senantiasa menghadirkan dua buah antitesa dalam penerapan kerja-kerja. Konsep dan Aksi. Dua sisi urgensial dalam setiap penerapan kerja-kerja organisasi dan keseharian ini terkadang menjadi sebuah ruang dilematis bagi sebagian orang. Ada yang kemudian beranggapan bahwa tak perlu banyak berteori kita langsung action saja. Mungkin saja terinspirasi dari iklan yang cukup terkenal Talk Less Do More. Ada pula yang beranggapan bahwa kita perlu berteori banyak baru kemudian beraksi. Alasannya supaya lebih mantap. Sebenarnya berbagai macam opini yang berkembang masing-masing punya landasan dan keragaman alasan. Namun ada baiknya kita bersama-sama mengkaji lebih jauh kaitan antara keduanya sehingga menjadi sebuah ruang intelektual yang mendidik.
Konsep, yang lebih sering kita kenal sebagai kajian teori adalah sebuah perangkat yang penting dalam penyusunan sebuah rancangan (plan) kerja pribadi maupun organisasi. Mungkin ada baiknya kita sama-sama menjadikan kajian teori ini sebagai sebuah analogi bahan mentah dalam ruang imajinasi. Bahan mentah yang kemudian diolah menjadi barang jadi. Sebelum menjadi barang jadi pastinya bahan mentah itu membutuhkan pengolahan yang terstruktur sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang sesuai harapan kita. Mengapa kemudian teori ini penting,,itu dikarenakan sebelum melaksanakan sesuatunya terlebih dahulu kita harus tahu dan memahami betul apa yang akan kita lakukan. Olehnya itu perlu sebuah perencanaan dan pengkajian yang baik sebelum mengeksekusi sesuatu hal.
Jika kita ingin mengibaratkan teori ini sebagai amunisi. Amunisi yang akan kita gunakan untuk terjun ke medan perang. Tentunya sebelum terjun ke medan perang setiap kita perlu untuk mengisi amunisi dan perbekalan secukupnya. Tentunya pula kita tidak ingin mati konyol di medan laga. Mati konyol dalam artian sebenarnya kita tahu dan kita bisa mempersiapkan segala sesuatunya untuk menang namun kita tidak melakukannya dengan penuh gengsi dan percaya diri tak pasti. Itulah sebabnya mengapa kita senantiasa dituntut untuk mematangkan konsep dulu baru kemudian beraksi. Dikarenakan aksi tanpa konsep yang matang sama artinya dengan bullshit. Tanpa landasan yang kuat dan strategi yang baik yakinlah aksi kita tak memiliki ruh serta intuisi yang komprehensif.
Aksi, yang lebih sering kita kenal sebagai kerja nyata dalam dunia realitas sesungguhnya menjadi nafas dari setiap pembahasan konsep yang kita lakukan. Dikarenakan konsep tanpa aksi sama halnya dengan nonsense. Bahan jadi yang tadinya diolah dari bahan mentah sudah selayaknya untuk segera disebar ke berbagai penjuru untuk memberi mamfaat kepada khalayak. Lucu dan sayang jadinya jika sesuatu yang sudah matang namun tidak segera dieksekusi sehingga bernilai lebih. Aksi pulalah yang membedakan output dari sebuah proses. Hasil nyata dari penggodokan teori yang selama ini kita lakukan adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan rencana-rencana yang telah kita susun sebelumnya.
Untuknya itu yang penting untuk kita pahami bahwa kita seharusnya menyeimbangkan antara teori dalam tataran konsep dengan aksi. Hal ini dimaksudkan agar kiranya tak ada yang timpang dalam setiap kerja-kerja yang kita lakukan. Bagi seorang mahasiwa dan organisasi kemahasiswaan penting kiranya untuk mengkaji terlebih dahulu sebuah isu secara mendalam baru kemudian turun ke jalan menyuarakan aspirasi. Ini penting supaya kejadian memalukan mahasiswa yang diinterogasi oleh wartawan tentang alasan mengapa turun aksi yang kemudian dijawab  tidak tahu ataukah jawabannya ngawur tidak terulang kembali. Sangat memalukan jika sampai kejadian itu berulang kembali. Merusak citra mahasiswa sebagai kaum intelektual. Olehnya itu jangan turun aksi jikalau belum paham betul apa sebenarnya esensi dari apa yang tengah kita perjuangkan. Hal ini penting juga bagi sebuah instansi atau perusahaan dalam menentukan plan. Ini dimaksudkan agar supaya dikemudian hari hal-hal yang bisa menggagalkan master plan perusahaan bisa dieliminir dan dicegah sehingga menghasilkan benefit bagi perusahaan. Bagi pemerintah penting kiranya untuk mematangkan konsep dan analisa sebelum mengeluarkan sebuah kebijakan. Alamat tak baik jika sebuah kebijkan diambil tanpa memperhatikan berbagai aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Alih-alih ingin memperbaiki justru semakin merusak dan memperburuk keadaan.
Harapnya bahwa setiap agenda yang kita lakukan baik itu individu ataupun organisasi penting kiranya tuk menyelaraskan antara konsep dan aksi. Harus ada polaritas yang baik diantara keduanya sehingga hasil yang kita harapkan bersama bisa terwujud. Tentunya kita tak ingin apa yang sudah kita rencanakan ternyata tak sesuai dengan realitas yang kita hadapi. Terakhir yang terpenting adalah berupaya untuk senantiasa menjadi pribadi yang peka melihat realita sehingga setiap sisi dalam tataran konsep mampu kita jelajahi dan dalami sehingga kita tahu apa yang harus kita lakukan saat aksi meski sebuah kejadian diluar perkiraan menghantui sepanjang jalan.


" SENANDUNG HATI"

Muhammad Fadhly Thahir

Aku tahu Engkau tengah menjaga belahan jiwaku disana. Dan Engkau pun tahu hati ini telah lama merindu akan hadirnya seorang bidadari yang akan menemani hari-hariku. Aku tahu Engkau punya rencana yang terbaik untukku. Engkau jadikan masa penantianku sebagai ujian kesabaran bagiku. Engkau jadikan kegundahan hatiku sebagai ujian ketahanan bagiku. Aku tahu bukan hanya diriku yang merasakan semua ini. Dirinya disana pun merasakan hal yang sama.
Ohh Tuhanku..engkau tahu setiap yang terbesit di hati hamba-hamba Mu. Engkau pun tahu bahwa terkadang hati ini sudah terasa begitu berat tuk memikul beban kerinduan ini. Engkau tahu bahwa sesungguhnya diri ini sudah sangat membutuhkan hadirnya. Seorang bidadari dunia yang engkau takdirkan untukku. Menemani hari-hari panjangku. Menguatkanku disaat aku lemah dan terjatuh. Memberiku semangat disaat aku terhimpit problema. Menjadi partner bagiku dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh liku.
Aku tahu bahwasanya kerinduan yang kumiliki boleh jadi lebih kecil dibanding kerinduan yang sedang ia hadapi. Bahwasanya bahasa kekuatan seorang wanita adalah ketabahan. Aku tahu kerinduan yang lebih dalam ada pada hati dan jiwa mereka. Terlihat lemah dan gemulai namun sungguh mereka mampu tegar. Ohh Tuhanku,,bilakah hati ini masih menjalani ujian ketabahan dan kesabaran. Aku mohon agar kiranya aku mampu menghadapinya. Jagalah aku selama masa kesendirian ini. Jadikan aku terhormat dengan kelemahan yang aku miliki.
Bila cinta bahasakan suka dan duka. Abadilah kanvas seni cinta. Bila cinta bahasakan rindu mengharu biru. Abadilah waktu yang menyejarah. Bilakah cinta bahasakan perih. Agunglah jiwa dalam himpitan rasa. Bilakah cinta bahasakan bahagia. Agunglah hati yang bertahan kuat. Kita memang tak pernah tahu akhir dari setiap kisah cinta. Namun kita pasti tahu bagaimana cinta menunjukkan jalannya. Kuatlah engkau yang tengah merindu disana. Semoga kuat juga diriku disini. Kelak jika tiba waktunya senja berganti terik mentari pagi. Kelak jika tiba waktunya aku khan datang dengan sejuta cinta tak biasa. Menjemput dirimu menjadi permaisuri hatiku. Dengan hati yang lapang dan penuh sukacita. Dengan visi dan misi kehidupan. Siapakah engkau..kita lihat saja nanti.