AKSARA CINTA
MUHAMMAD FADHLY THAHIR
Cinta, begitulah ia dikenal. Ia
ada sejak zaman Adam hingga era digital kini. Ia sebuah cerita tiada akhir. Ia
sebuah kisah yang tertulis dalam berjuta karya sastra dan kehidupan. Pastinya
pula ribuan lagu telah tercipta dalam balutan harmoni nada atas nama cinta. Menyejarah
dalam beragam wujud. Abadi dan kekal adanya. Merajut kisah dari berbagai
penjuru dunia. Kisah tentang cinta anak manusia. Eropa menyumbang kisah heroik
Romeo and Juliet dan Cinderella. Belahan Asia Barat tak ketinggalan dengan
kisah menggugah Qais dan Laila. Pun adanya dengan kisah tenggelamnya kapal Van
der Wijk dan Siti Nurbaya dari Indonesia.
Kisah
mereka abadi hingga kini. Bersama kisah cinta lainnya yang begitu menggugah,
heroik, dan tak sedikit menyayat hati kala cinta suci tak bertemu dan bersatu
di alam realitas. Maka tersebutlah aktor-aktor dibalik menyejarahnya kisah itu.
Cerita dari perjalanan hidup mereka menjadi bagian tersendiri dalam kajian
teoritis manusia-manusia kini. William Shakespeare, Ernest Hemingway, Rabiah Al
Adawiyah, Rabindranath Tagore, Jalaluddin Rumi hingga Kahlil Gibran. Mereka dan
penulis prosa cinta dan kehidupan dari tiap sisi belahan bumi. Tak hanya itu,
bangunan-bangunan penuh seni artistik cinta tercipta karena intuisi cinta itu. Sebutlah
Taj Mahal dibalik luapan kisah cintanya, monument-monument perjuangan pun tak
ketinggalan tersebar di sudut dan tengah monumental kota.
Menjadi
pertanyaan besar mengapa mereka mampu menyejarah. Tertuliskan dalam ratusan,
ribuan bahkan jutaan lembar cerita, novel. Tercipta menjadi sekian banyak
serial puisi dalam bait-baitnya. Melenggak lenggok di atas panggung pementasan
drama. Dipelajari oleh ribuan bahkan
jutaan kaum intelektual dari penjuru negeri dan dunia. Semua deretan pertanyaan
itu mewakili sebuah tema tentang cinta. Jawaban yang lahir pun singkat namun
padat makna. Jawabnya adalah karena cinta mereka begitu anggun dalam
metamorfosa cinta yang memiliki aura tak terperikan. Pun jika cinta membawa
bahasanya sendiri menjadi sebuah seni kehidupan manusia yang mampu membuat
segalanya berwarna dan lebih berarti. Bantalah ia jika memang ada yang
menafikan itu semua. Bantalah ia jika ada yang tak menyadari bahwa dirinya
terlahir ke muka bumi karena buah dari cinta. Bantalah wahai para munafik cinta.
Definisi
tentang cinta memang terlalu sulit untuk kita ungkap. Bukan karena kurangnya
perbendaharaaan kosakata kita. Bukan karena kurangnya imajinasi kita. Bukan
pula karena kita tak pernah merasakannya. Bukan. Namun itu karena cinta terlalu
besar dan komprehensif jika kita ingin mendefinisikannya secara eksplisit.
Karena cinta adalah sebuah kata tanpa wujud maka ia tak terlihat secara kasat
mata. Ia hanya bisa kita rasakan. Kita lihat dari bahasa tubuh orang yang
disinggahinya. Ia datang pada saat yang tak terduga dan terencana. Itulah mengapa
ia disebut suci. Ia datang dengan bahasa ketulusan dan kerelaan. Itulah mengapa
ia disebut tulus. Ia datang dengan bahasa kasih sayang, perhatian dan pengorbanan.
Itulah mengapa ia disebut totalitas. Ia datang dengan ujian cobaan penguat
cinta. Itulah mengapa ia disebut kesetiaan.
Cinta
bukanlah segalanya tetapi segalanya butuh cinta. Keluarga butuh Cinta. Tanpa
cinta ia tak bisa bertumbuh dan berkembang sebagai sebuah keluarga yang
harmonis. Pemerintah butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa melayani rakyatnya
dengan baik hingga mereka nyaman olehnya. Dokter butuh Cinta. Tanpa cinta ia
tak bisa melayani pasiennya dengan baik hingga mereka bersemangat untuk segera
sembuh. Guru atau Dosen butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa mentrasnformasikan
ilmunya dengan baik kepada anak didik dan mahasiswanya hingga lahirlah generasi
berprestasi. Tentara butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa ikhlas dan kuat
menjaga kedaulatan NKRI. Hakim butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa mengambil
keputusan secara adil untuk setiap persoalan di meja hijau. Direktur butuh Cinta.
Tanpa cinta ia tak bisa memimpin perusahaannya menjadi lebih baik dan
berkembang hingga menghasilkan income guna kesejahteraan karyawannya. Peneliti butuh
Cinta. Tanpa cinta ia tak mampu melahirkan sebuah penemuan baru yang bernilai
guna untuk orang banyak. Sejarawan butuh Cinta. Tanpa cinta ia hanya menyajikan
sebagian dan menyembunyikan kebenaran sejarah. Setiap kita butuh cinta.
Setiap
sendi kehidupan manusia butuh cinta. Hukum butuh Cinta. Tanpa cinta ia bak
sesuatu bermata satu yang tak mampu melihat dengan jernih dan adil persoalan
serta hanya memandang bulu dalam pengambilan keputusan. Pendidikan butuh Cinta.
Tanpa cinta ia tak adil dalam pemerataan hak
belajar dan sekolah. Ekonomi butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa
melihat jerit tangis luka kaum ekonomi lemah dan termarginalkan. Politik butuh
Cinta. Tanpa cinta ia hanyalah alat kekuasaan semu guna mengeruk untung
kepentingan pribadi dan golongan bukan kemaslahatan umum. Olahraga butuh Cinta.
Tanpa cinta ia tak bisa menghasilkan atlet-atlet berprestasi yang mengharumkan
nama bangsa. Sosial budaya butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak memiliki kepekaan
yang baik dalam merespon gejolak realitas hingga etika dan moral tergerus
zaman. Setiap kita butuh Cinta.
Cinta
laksana lembaran dalam sebuah buku. Punya kisah dan cerita yang tersusun rapi.
Berawal dari sebuah huruf lalu terangkai menjadi kalimat hingga paragraph. Pada
akhirnya menjadi susunan bab dan sebuah buku. Kisahnya beragam. Suka duka,
pahit manis, jatuh bangun cinta menjadi rangkaian heroik lembaran cinta. Ia
punya jalan cerita yang tercipta dari sekian pengalaman. Terjilid rapi dalam
intuisi maknawi bahasa cinta. Susunan katanya punya bahasa sendiri. Bahasa kasih
sayang, pengertian, ketulusan, pengorbanan, kesetiaan, kesucian, kesejatian,
keberanian, patriotism, ksatria hingga totalitas. Sampulnya gambarkan keutuhan
cinta dalam balutan narasi yang bernas. Bacalah lalu pahami dan maknai.
Saksikanlah Aksara Cinta.
*Aksara Cinta juga menjadi judul buku yang sedang aku garap*