Friday, September 6, 2013

AKSARA CINTA

AKSARA CINTA

MUHAMMAD FADHLY THAHIR

             Cinta, begitulah ia dikenal. Ia ada sejak zaman Adam hingga era digital kini. Ia sebuah cerita tiada akhir. Ia sebuah kisah yang tertulis dalam berjuta karya sastra dan kehidupan. Pastinya pula ribuan lagu telah tercipta dalam balutan harmoni nada atas nama cinta. Menyejarah dalam beragam wujud. Abadi dan kekal adanya. Merajut kisah dari berbagai penjuru dunia. Kisah tentang cinta anak manusia. Eropa menyumbang kisah heroik Romeo and Juliet dan Cinderella. Belahan Asia Barat tak ketinggalan dengan kisah menggugah Qais dan Laila. Pun adanya dengan kisah tenggelamnya kapal Van der Wijk dan Siti Nurbaya dari Indonesia.
                Kisah mereka abadi hingga kini. Bersama kisah cinta lainnya yang begitu menggugah, heroik, dan tak sedikit menyayat hati kala cinta suci tak bertemu dan bersatu di alam realitas. Maka tersebutlah aktor-aktor dibalik menyejarahnya kisah itu. Cerita dari perjalanan hidup mereka menjadi bagian tersendiri dalam kajian teoritis manusia-manusia kini. William Shakespeare, Ernest Hemingway, Rabiah Al Adawiyah, Rabindranath Tagore, Jalaluddin Rumi hingga Kahlil Gibran. Mereka dan penulis prosa cinta dan kehidupan dari tiap sisi belahan bumi. Tak hanya itu, bangunan-bangunan penuh seni artistik cinta tercipta karena intuisi cinta itu. Sebutlah Taj Mahal dibalik luapan kisah cintanya, monument-monument perjuangan pun tak ketinggalan tersebar di sudut dan tengah monumental kota.
               Menjadi pertanyaan besar mengapa mereka mampu menyejarah. Tertuliskan dalam ratusan, ribuan bahkan jutaan lembar cerita, novel. Tercipta menjadi sekian banyak serial puisi dalam bait-baitnya. Melenggak lenggok di atas panggung pementasan drama.  Dipelajari oleh ribuan bahkan jutaan kaum intelektual dari penjuru negeri dan dunia. Semua deretan pertanyaan itu mewakili sebuah tema tentang cinta. Jawaban yang lahir pun singkat namun padat makna. Jawabnya adalah karena cinta mereka begitu anggun dalam metamorfosa cinta yang memiliki aura tak terperikan. Pun jika cinta membawa bahasanya sendiri menjadi sebuah seni kehidupan manusia yang mampu membuat segalanya berwarna dan lebih berarti. Bantalah ia jika memang ada yang menafikan itu semua. Bantalah ia jika ada yang tak menyadari bahwa dirinya terlahir ke muka bumi karena buah dari cinta. Bantalah wahai para munafik cinta.
         Definisi tentang cinta memang terlalu sulit untuk kita ungkap. Bukan karena kurangnya perbendaharaaan kosakata kita. Bukan karena kurangnya imajinasi kita. Bukan pula karena kita tak pernah merasakannya. Bukan. Namun itu karena cinta terlalu besar dan komprehensif jika kita ingin mendefinisikannya secara eksplisit. Karena cinta adalah sebuah kata tanpa wujud maka ia tak terlihat secara kasat mata. Ia hanya bisa kita rasakan. Kita lihat dari bahasa tubuh orang yang disinggahinya. Ia datang pada saat yang tak terduga dan terencana. Itulah mengapa ia disebut suci. Ia datang dengan bahasa ketulusan dan kerelaan. Itulah mengapa ia disebut tulus. Ia datang dengan bahasa kasih sayang, perhatian dan pengorbanan. Itulah mengapa ia disebut totalitas. Ia datang dengan ujian cobaan penguat cinta. Itulah mengapa ia disebut kesetiaan.
                Cinta bukanlah segalanya tetapi segalanya butuh cinta. Keluarga butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa bertumbuh dan berkembang sebagai sebuah keluarga yang harmonis. Pemerintah butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa melayani rakyatnya dengan baik hingga mereka nyaman olehnya. Dokter butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa melayani pasiennya dengan baik hingga mereka bersemangat untuk segera sembuh. Guru atau Dosen butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa mentrasnformasikan ilmunya dengan baik kepada anak didik dan mahasiswanya hingga lahirlah generasi berprestasi. Tentara butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa ikhlas dan kuat menjaga kedaulatan NKRI. Hakim butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa mengambil keputusan secara adil untuk setiap persoalan di meja hijau. Direktur butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa memimpin perusahaannya menjadi lebih baik dan berkembang hingga menghasilkan income guna kesejahteraan karyawannya. Peneliti butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak mampu melahirkan sebuah penemuan baru yang bernilai guna untuk orang banyak. Sejarawan butuh Cinta. Tanpa cinta ia hanya menyajikan sebagian dan menyembunyikan kebenaran sejarah. Setiap kita butuh cinta.
                Setiap sendi kehidupan manusia butuh cinta. Hukum butuh Cinta. Tanpa cinta ia bak sesuatu bermata satu yang tak mampu melihat dengan jernih dan adil persoalan serta hanya memandang bulu dalam pengambilan keputusan. Pendidikan butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak adil dalam pemerataan hak  belajar dan sekolah. Ekonomi butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa melihat jerit tangis luka kaum ekonomi lemah dan termarginalkan. Politik butuh Cinta. Tanpa cinta ia hanyalah alat kekuasaan semu guna mengeruk untung kepentingan pribadi dan golongan bukan kemaslahatan umum. Olahraga butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak bisa menghasilkan atlet-atlet berprestasi yang mengharumkan nama bangsa. Sosial budaya butuh Cinta. Tanpa cinta ia tak memiliki kepekaan yang baik dalam merespon gejolak realitas hingga etika dan moral tergerus zaman. Setiap kita butuh Cinta.
                Cinta laksana lembaran dalam sebuah buku. Punya kisah dan cerita yang tersusun rapi. Berawal dari sebuah huruf lalu terangkai menjadi kalimat hingga paragraph. Pada akhirnya menjadi susunan bab dan sebuah buku. Kisahnya beragam. Suka duka, pahit manis, jatuh bangun cinta menjadi rangkaian heroik lembaran cinta. Ia punya jalan cerita yang tercipta dari sekian pengalaman. Terjilid rapi dalam intuisi maknawi bahasa cinta. Susunan katanya punya bahasa sendiri. Bahasa kasih sayang, pengertian, ketulusan, pengorbanan, kesetiaan, kesucian, kesejatian, keberanian, patriotism, ksatria hingga totalitas. Sampulnya gambarkan keutuhan cinta dalam balutan narasi yang bernas. Bacalah lalu pahami dan maknai. Saksikanlah Aksara Cinta.

*Aksara Cinta juga menjadi judul buku yang sedang aku garap*

0 comments:

Post a Comment