Sunday, July 14, 2013

TITIK NADIR SEPAKBOLA NASIONAL

             
ANTARA REALITAS,TAKDIR DAN TITIK NADIR
PERSEPAKBOLAAN NASIONAL
                                                  *MUHAMMAD FADHLY THAHIR*

           Melihat kondisi prsepakbolaan tanah air dalam beberapa dekade terakhir,tidak bisa dipungkiri bahwa terjadi sebuah penurunan prestasi yang sangat signifikan diberbagai level dan ajang yang diikuti timnas Indonesia. Ada kecenderungan perbandingan yang bergitu terasa jika kita melihat itu semua sebagai sebuah realitas. Akan tetapi akan lain pula jika kita melihat itu semua dari aspek takdir yang telah digariskan sang Khalik. Lebih lain lagi jikalau kita menyangsikan sebuah percaturan titik nadir dunia persepakbolaan kita.
           Pertama,aspek realitas masa lalu dengan realitas kekinian. Sudah menjadi sebuah catatan sejarah bahwa sepakbola Indonesia dimasa lalu sangat perkasa dan disegani. Tidak hanya di level asia tenggara akan tetapi di Asia bahkan garangnya timnas sampai pula di belahan bumi lain. Masihterasa saat itu timnas kita dijuluki sebagai “Macan Asia”. Saat itu timnas dengan segala kekurangan fasilitas yang dimiliki mampu tampil sebagai sebuah kekuatan sepakbola yang tak bisa dianggap remeh. Uni Soviet saja yang merupakan salah satu kekuatan sepakbola dunia ditahan imbang oleh timnas. Boleh dikata mulai dari sektor penjaga gawang,bek,gelandang hingga penyerang Indonesia memiliki pahlawan-pahlawan Garuda yang silih berganti mengepakkan sayap dan mengcengkeram mangsa lewat aksinya.
             Akan tetapi sejak memasuki era tahun 1990,kepakan sayap sang Garuda mulai letih selain itu tatapan matanya tak setajam sebelumnya,begitu pula dengan cengkeram kukunya yang mulai tak sekuat sebelumnya. Medali emas sea games 1991 adalah persembahan terakhir sang garuda memasuki dekade 1991. Setelah itu nyaris tak ada lagi prestasi yang ditorehkan pasukan Garuda. Terlebih lagi memasuki era tahun 2000-an prestasi timnas lebih parah lagi. Praktis timnas hanya mampu melangkah dengan gagah berani ke partai puncak. Akan tetapi sekali lagi harus gagal. Ntah itu melalui adu tendangan penalti atau dengan kekalahan menyakitkan ditengah tingginya euforia masyarakat pecinta sepakbola nasional.  
             Kedua,melihat apa yang terjadi dengan dunia persepakbolaan kita terkhusus kepada prestasi timnas di level senior,U-23,dan U-21 maka kita mungkin bisa mengambil satu kesimpulan akan takdir yang mungkin telah menjadi goresan tersendiri bagi persepakbolaan kita. Masih segar dipikiran kita saat timnas senantiasa melangkah gagah berani ke final piala AFF yang dulunya bernama piala Tiger. Tapi saat tiba di final kegagahberanian itu harus kandas di tangan Thailand dan Singapura. Saat paling heroik adalah di final AFF 2010. Setelah menjadi yang tak terkalahkan di grup kemudian di semifinal,akhirnya berakhir dengan tidak indah dan menyakitkan. Menyaksikan Malaysia berpesta merayakan kemenangan agregat 4-2 di depan puluhan ribu fans Indonesia di SUGBK dan jutaan rakyat Indonesia di seantero negeri. Paling terakhir pada edisi piala AFF 2012. Indonesia malah kandas di babak penyisihan grup setelah kalah bersaing dengan Singapura dan Malaysia. 
                Ada satu hal menarik jika kita mengamati perkembangan sepakbola nasional. Di level muda timnas mampu mengukir prestasi yang boleh dikatakan cukup membanggakan. Timnas kelompok umur U-15,U-19 mampu beberapa kali memenangi sebuah ajang resmi baik tingkat Asia tenggara,Asia dan ajang tertentu di luar negeri. Begitu pula dengan kelompok umur U-21. Meskipun kalah menyakitkan dari Brunei Darussalam di laga puncak Hassanal Bolkiah Trophy 2011. Akan tetapi ketika mereka kemudian memasuki jenjang senior,maka prestasi dan semangat juang yang terlihat menurun dan berimbas pada kegagalan demi kegagalan yang mendera datang silih berganti. 
               Memang jiklau kita ingin mempelajari secara detail,maka kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa mata rantai pembinaan yang tidak berkelanjutan adalah sumber dari kegagalan itu disamping semangat patriotisme dan nasionalisme di dada para pemain level senior tak segarang dan setangguh pemain era Ronny Patinasarani,Ronny Paslah,Bambang Nurdiansyah,dll. 
             Ketiga,menjadi sebuah ironi ditengah euforia yang melanda seluruh rakyat indonesia akan tetapi prestasi yang diimpikan tidak kunjung datang. Kegagalan yang menjadi akhir dari penampilan heroik seakan menjadi sebuah titik nadir bagi dunia persepakbolaan kita. Tidak tanggung-tanggung terhitung sejak 1991 kita tidak pernah lagi merasakan manisnya gelar juara. Pernah sekali ketika Piala Kemerdekaan 2008,akan tetapi perlu diketahui saat itu timnas kita menang WO 3-0 atas timnas Libya yang tidak mau melanjutkan pertandingan di babak kedua karena insiden pemukulan ofisial tim mereka. Juara tapi bukan juara sejati.  Sejak 1991,itu berarti sejak saya lahir di tahun yang sama hingga di tahun 2012 ini tepatnya 21 tahun sudah timnas kering prestasi. Seakan dahaga di padang gurun yang tandus,kemenangan yang dinantikan ibarat fatamorgana yang menyiksa dan memilukan. 
               Di tahun 2013 ini kita senantisa berharap dan terus berharap akan datangnya prestasi timnas. Paling tidak di level Asia Tenggara dan yang terdekat adalah Piala AFF 2014. Tetapi sekali lagi akankah harapan itu hanya menjadi mimpi di siang bolong yang harus kembali berakhir dengan kenyataan pahit bagi rakyat indonesia??? Jawabnya ada pada para punggawa timnas garuda yang akan membawa 240 juta lebih harapan rakyat Indonesia. Selain itu PSSI selaku induk sepakbola nasional harus betul-betul serius dan siap melakukan segalanya demi kemajuan persepakbolaan kita. Bukan malah sebaliknya senantiasa bertikai dibalik wajah politis yang saling menjatuhkan. Tanpa mereka sadari bahwa harapan dan semangat bangsa lah yang mereka matikan.  
Seharusnya antara Pemerintah,PSSI,Punggawa timnas dan seluruh lapisan masyarakat berjalan seiring dan seirama dalam membangun sepakbola nasional. Itu semua karena kita semua harus selalu optimis dan berusaha sehingga keyakinan yang kuat dan bersinergi mampu mengalahkan segalanya. Hingga pada akhirnya kita sepakat bahwa harapan itu masih ada. Bahwa Macan Asia kembali bangkit dari tidur panjanngnya. 
 
                                                              *Dimuat di majalah Bola*






 
 

0 comments:

Post a Comment