Thursday, July 24, 2014

"ANTIKLIMAKS PILPRES 2014"

Muhammad Fadhly Thahir

                JOKOWI JK Menang. Pendukung Jokowi jangan senang dulu. Pendukung Prabowo jangan kecil hati.
                KPU telah mengetuk palu keputusan hasil Real Count Pilpres 2014. Hasilnya sudah kita ketahui bersama. Jokowi JK ditetapkan sebagai Presiden RI ke 7. Sampai disini kita pasti berada dalam persimpangan kenyataan. Kenyataan antara realitas pelaksanaan pilpres di lapangan dengan hasil yang telah ada. Disatu sisi kita telah dihadapkan pada realita banyaknya cacat yang kita dapatkan dalam proses pelaksanaan pemilu dan di sisi lain kita dihadapkan pada presiden terpilih yang terpilih melalui proses yang tak demokratis dan terhormat. Yaa,,saya dengan tegas mengatakan seperti itu. Presiden terpilih pada momen kali ini tidak melalui proses yang menunjukkan esensi demokratis yang menjunjung tinggi asas kejujuran dan keadilan. Pendukung Jokowi silahkan bereaksi namun jangan sampai buta mata dan hati melihat realitas yang ada. Mari kita telaah bersama-sama.
                Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat kepada beberapa pihak yang telah turut andil dalam pelaksanaan pemilu kali ini. Pertama,saya mengucapkan selamat kepada KPU selaku institusi yang diberi amanah dalam melaksanakan Pemilu di negeri ini. Dimana mereka telah melaksanakan tugasnya dengan catatan “kecacatan” impressif. Kedua, saya mengucapkan selamat kepada para Jokowers yang telah bekerja siang malam, 24 jam tak kenal lelah dalam menebar fitnah, kampanye hitam yang dilakukan secara terbuka dan massif serta telah melakukan pembodohan dan pembohongan publik sehingga capres usungan mereka bisa menang. Great..!!! Ketiga, saya ingin mengucapkan selamat kepada para pengkhianat bangsa, para pimpinan parpol pengusung pasangan no urut 2 yang telah menikam bangsanya sendiri melalui konspirasi terstruktur guna meraih jabatan dan kekuasaan serta menafikan harga diri dan masa depan bangsa. Keempat, saya mengucapkan selamat kepada Amerika dan China yang telah sukses menjalankan rekayasa politik internasional demi kepentingan bisnis dan peradaban mereka sehingga telah terpilih presiden “boneka” sesuai misi utama mereka di negeri ini. Kelima, saya mengucapkan selamat sekaligus rasa prihatin yang mendalam kepada masyarakat Indonesia yang telah menjadi korban pembohongan opini media sehingga memilih capres boneka hingga menjadi bagian dari terpilihnya presiden tak kapabel. Keenam, saya mengucapkan selamat serta rasa bangga yang mendalam kepada para pendukung capres no urut 1 yang telah menjadi pemilih cerdas yang menggunakan akal, hati nurani serta daya analisis yang baik terhadap calon pemimpin negeri. Mereka telah menjadi bagian dari pilar2 peradaban agung yang terbangun dari budaya masyarakat yang kritis dan berani serta tak mudah termakan oleh isu dan berita yang tak jelas juntrungannya serta yang paling utama telah menjadi bagian dari generasi penyelamat bangsa. Well Done..!!!
                Sejarah telah mengajarkan kepada kita bahwasanya akan senantiasa ada perang antara kebaikan dan kejahatan. Takdir Allah pun telah menggariskan itu bahwasanya memang dalam proses berjalannya kehidupan manusia senantisa ada perang antara yang haq dan yang bathil. Masa lalu kerajaan dan negeri terbentuk melalui proses pertemuan keduanya. Ekspansi kekuasaan pun tak pelak merasakan hal yang sama. Tabiat manusia tuk meraih kepuasaan maksimal seakan telah membutakan mata hati dan pikiran mereka untuk hasrat duniawi tak berkecukupan. Maka jangan heran jikalau perpecahan banyak terjadi karena kekuasaan. Kisah-kisah kerajaan masa lalu di negeri ini, kisah peradaban Yunani, Romawi, Persia dan lainnya, kisah negara-negara di awal revolusi industri hingga modern tak luput dari fenomena ini. Maka jangan pula heran jika sampai pada hari ini praktik penghalalan segala cara demi meraih tampuk kekuasaan masih menghiasi panggung realitas proses berkebangsaan kita. Banyak yang dengannya itu rela mengorbankan harga diri bangsanya sendiri, menjual bangsanya ke orang asing, berkomplot membangun makar jahat hingga melegalisasi segala cara.
                Panggung politik negeri tahun ini tepatnya pada momen pilpres adalah sebuah contoh sekaligus pembelajaran untuk kita semua tentang arti penting memaknai demokrasi yang bermartabat. Kita kesampingkan dulu ego pribadi kita terhadap dua pasang calon. Kita kedepankan dulu daya nalar serta nurani kita dalam menilai realita yang terjadi. Ini penting agar supaya kita jernih berpikir tanpa dipengaruhi oleh tendensi berlebih pada apa yang kita pilih.
                Demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Itu artinya rakyat yang berhak menentukan masa depan mereka, menentukan pilihan mereka, rakyat yang memiliki hak utama, rakyat yang berkuasa. Wujud dari demokrasi adalah melalui pemilihan. Pemilihan langsung rakyat terhadap pemimpin mereka sendiri. Selanjutnya, esensi dari pemilihan itu haruslah berdiri di atas landasan prinsip keadilan, kejujuran dan bersih. NIlai-nilai inilah yang kita sebut sebagai nilai-nilai demokratis. Ok, sampai disini semoga kita sudah berada dalam sebuah kesepahaman bersama tentang maknawi demokrasi. Kita berlanjut pada relasi antara demokrasi dan realita pilpres kita hari ini.
                Setiap warga negara hanya memiliki satu hak pilih dan itu telah diatur dalam UU Pemilu. Tak boleh ada warga negara yang memiliki hak pilih dua kali. Jikalau ada warga negara yang memilih lebih dari satu kali dalam sebuah momen pemilu apa itu berlandaskan asas kejujuran? Pelaksana pemilu di tingkat paling bawah ada di tangan petugas KPPS. Prinsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh petugas KPPS adalah prinsip netralitas. Tak boleh ada tindakan/ upaya untuk mengatur segala sesuatunya sehingga calon yang ia pilih bisa menang. Jikalau ada petugas KPPS yang melakukan pengaturan terhadap rekayasa pemilih di tempat ia bertugas guna memenangkan calon yang ia jagokan, apakah itu menjunjung prinsip netralitas dan nilai demokratis? Dalam Undang-Undang Pemilu telah diatur bahwa warga negara yang tidak sempat memilih di TPS asal, boleh memilih di TPS tempat domisili skrg dengan memakai form A5 dan bahkan bisa memakai KTP dengan ketentuan pemilih itu memilih di TPS di daerah domisili tempat ia tinggal bukan di daerah lain yang jauh dari tempat tinggalnya. Nah, jikalau ada seseorang yang tidak sempat pulang kampung sehingga menggunakan hak pilihnya di daerah rantau. Ambil contoh di daerah rantau ia bertempat tinggal di Bandung yang seharusnya ia memilih di tempat domisilinya namun ia pergi memilih dengan modal KTP tadi di daerah Jakarta. Salah atau tidak? Sah atau tidak? Melanggar UU atau tidak? Jawabnya salah, tidak sah dan melanggar UU. Jikalau ada daerah yang selama ini tidak pernah melaksanakan pemilu (di Papua ada 14 kabupaten) sejak negeri ini beralih konsep menjadi negeri demokrasi sampai hari ini tidak juga terdaftar di KPU,namun tiba-tiba ada hasil pemilu dari sana, lalu siapa yang mencoblos? Mayat, orok, atau hantu? Wahh..luar biasa yaa. Mengerikan, ada proses pemilihan dimana kertas suara melayang-layang, dilipat lalu masuk ke kotak suara tapi semuanya tak terlihat. Ini jujur atau tidak? Demokratis atau tidak? Ada pejabat yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali di daerah berbeda dengan alasan pindah domisili padahal ia sudah mencoblos di TPS tempat ia tinggal, apakah itu jujur atau tidak? BAWASLU selaku institusi yang punya mandat melakukan pengawasan terhadap proses berjalannya pemilu memiliki hak untuk menilai dan merekomendasikan dilakukannya Pemilihan Suara Ulang (PSU) jika memang mereka menemukan adanya indikasi kecurangan sesuai yang diatur dalam UU Pemilu. Nah, jikalau BAWASLU sudah merekomendasikan ke KPU untuk mengadakan PSU di 5.802 TPS di DKI Jakarta namun tidak dilaksanakan, apa itu adil atau tidak? Apa itu demokratis atau tidak? Itu belum terhitung rekomendasi BAWASLU untuk 6 kabupaten di Jatim, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan banyak derah lainnya. OK, semoga sampai disini bisa jelas.
                Apa yang telah saya paparkan diatas adalah fakta realita kondisi lapangan dalam pilpres kita kali ini. Dimana kali ini KPU selaku institusi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemilu  tidak melakukan tugasnya dengan baik yang mampu menjadi representasi pelaksanaan pemilu yang jujur, bersih dan adil. Hadirnya 300.000 pemilih siluman di DKI Jakarta adalah salah satu bukti konkret KPU lalai dalam melakukan tugasnya, tak taat hukum karena telah mengabaikan rekomendasi yang diberikan oleh BAWASLU yang secara hukum ini bisa dipidanakan. Penghalalan segala cara yang dilakukan oleh timses pasangan no urut 2 dalam memenangkan pemilu telah mencederai prinsip pemilu yang jujur, bersih dan adil. Ketidaktaatan KPU, rekayasa form C1, penggandaan pemilih, dan semua tindakan yang mengarah pada penghalalan segala cara untuk menang sesungguhnya secara jelas dan terbuka telah mencederai nilai-nilai demokratis yang sama-sama ingin kita wujudkan. Bukankah pasangan no urut 1 dan 2 sama-sama menempuh jalur demokrasi untuk menuju RI 1? Seharusnya keduanya menjunjung tinggi asas-asas demokrasi. Jika kenyataannya seperti ini, jelas menjadi sebuah pertanyaan besar. Siapa yang sebenarnya berlaku jujur siapa yang tidak? Siapa yang siap menang siap kalah dengan cara demokratis dan bermartabat siapa yang tidak? Siapa Pandawa dan siapa Kurawa? Siapa yang Jujur siapa yang tidak? Masihkah kita menutup mata hati dan pikiran kita? Layakkah kita berpesta diatas pembohongan rakyat oleh para politisi gila jabatan dan kepentingan? Layakkah kita mengelu-elukan presiden yang terpilih dari hasil membohongi dan membodohi rakyatnya sendiri? Jawab. Jawab itu wahai warga negeri terkhusus para Jokowers sejati yang mengidolakan capres boneka. SKAK MAT…!!!
                Setelah ini, saya sebelumnya sudah berkata pendukung Jokowi jangan senang dulu dan pendukung Prabowo jangan kecil hati dulu. Kecurangan dan kecacatan hukum dari proses pilpres kita kali menjadi alasan Prabowo Hatta menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ini saya tegaskan bukan karena Pak Prabowo dan semua komponen Koalisi Merah Putih tak punya jiwa ksatria menerima kekalahan. Namun disini yang ada adalah sebuah langkah ksatria dalam menegakkan kebenaran, menghargai konstitusi yang telah disepakati, memperjuangkan mandat suara rakyat serta menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis. Camkan itu Jokowers. Sekali lagi simak baik-baik medan perang politik nantinya. Dengan bukti-bukti yang shahih dan jelas serta dukungan data yang komplit tim hukum Prabowo Hatta akan memberi warna tersendiri di MK nanti. Kita akan melihat kekuatan argument dua tim hukum pasangan. Hasilnya pun bisa beragam. Pembatalan keputusan KPU yang mengesahkan Jokowi JK sebagai presiden terpilih, pemilihan suara ulang di seluruh Indonesia, pemilihan suara ulang di semua daerah dan TPS berdasar rekomendasi BAWASLU serta berbagai kemungkinan yang bisa terjadi tergantung kekuatan argument dan hasil olah data di MK. Yang jelasnya Jokowi JK belum aman 100%. Don’t be happy too much later you can cry eyes out…!!! So, Pendukung Salam Satu Jiwa jangan patah arang dulu. OK.
                Meskipun pada akhirnya MK tetap memutuskan Jokowi JK menang, ini belum berakhir sampai disini. Jangan senang dulu. Tantangan selanjutnya adalah proses berjalannya pemerintahan. Pemerintahan baru haruslah menerima legitimasi kuat dari rakyat. Dengan peroleh suara asli hanya 48% jikalau tidak dimanipulasi oleh para hacker dari China dan Korea sehingga berbalik unggul menjadi 53%, Jokowi JK tidak akan mampu membangun pemerintahan yang kuat. Dimana-mana akan lahir ketidakpuasan dan riak penolakan karena kapasitas presiden terpilih yang memang dibawah standar. Lihat saja nanti. Negeri ini dipimpin tanpa arah yang jelas layaknya nasib DKI Jakarta yang permasalahannya tak pecah-pecah hingga kini dengan arah pembangunan yang tak jelas.
                Sampai disini selesai? Belum. Saat proses pemilu masih berjalan Koalisi Merah Putih telah membuat kesepakatan hitam di atas putih dan atas dasar kesadaran ingin menyelamatkan negeri menyatakan koalisi ini permanen hingga proses pilpres usai dan roda pemerintahan mulai berjalan. Ingat, dalam system presidensial yang kita anut seorang presiden tidak ada artinya tanpa dukungan legitimasi dari parlemen. Segala kebijakan presiden tidak akan terealisasi tanpa persetujuan DPR RI. Lalu apa hubungan antara presiden terpilih nanti dengan parlemen? Jelasnya gini, kita lihat dari partai pendukung kedua pasangan. Prabowo Hatta didukung 7 partai; Gerindra, Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PPP dan PBB. Jokowi JK didukung 5 partai; PDIP, Hanura, PKB, Nasdem dan PKPI. Sekarang mari kita lihat rataan pembagian kursi di DPR RI untuk semua partai pasangan calon. Prabowo Hatta; Gerindra 73 kursi, Golkar 91 kursi, Demokrat 61 kursi, PKS 40 kursi, PAN 49 kursi, PPP 39 kursi, total 353 kursi. Jokowi JK; PDIP 109 kursi, Nasdem 35 kursi, PKB 47 kursi, Hanura 16 kursi, total 207 kursi. Nah, Jika ada kebijakan yang akan dikeluarkan maka kebijakan itu baru bisa sah ketika mendapat legitimasi atau persetujuan dari parlemen. Dalam alam berdemokrasi kita, jika musyawarah mufakat mengalami deadlock atau tidak tercapai kata sepakat maka otomatis voting akan menjadi pilihan akhir. Dengan penguasaan mayoritas  di parlemen dengan jumlah 353 kursi otomatis koalisi merah putih menang dalam voting. 353 melawan 207. So, meski nantinya Jokowi dan partai pendukungnya mau melegalkan Syiah di Indonesia (misalnya) namun Koalisi Merah Putih bersatu menolak. Maka itu tidak akan pernah terwujud. You See.
                Pada intinya pemerintahan baru nanti akan kuat jika mendapat legitimasi dari rakyat dengan suara mayoritas asli bukan kamuflase. Selain itu mendapat dukungan penuh dari parlemen. Jika Prabowo Hatta nantinya dinyatakan menang di MK maka insya Allah pemerintahan baru akan kuat karena mendapat dukungan dari mayoritas warga negeri yang asli serta dukungan kekuatan koalisi di parlemen. Sebaliknya jika memang Jokowi JK tetap menang maka bersiap-siaplah untuk tak langgeng hingga 5 tahun. Imbas dari tidak kuatnya legitimasi rakyat dan parlemen dalam mendukung pemerintahan. Riak penolakan dan kekecewaan akan menggema di seantero negeri. Saat itu saya berharap orang-orang yang hari ini sangat mengidolakan capres boneka akan tersadar dan mampu melihat kualitas sebenarnya dari seorang capres idola mereka. Semoga kalian segera tersadar sebelum disadarkan kondisi yang berakibat penyesalan di kemudian hari karena telah  menjadi bagian dari pendukung konspirasi internasional dan makar jahat untuk negeri tercinta ini.
                Dalam hal ini saya senantiasa mengingat perkataan Founding Father negeri ini, Soekarno. Beliau berkata “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah..Perjuanganmu akan lebih sulit  karena melawan bangsamu sendiri”. Jelas. Sebuah penyataan penuh makna dari seorang negarawan hebat negeri ini. Memang tepat apa yang dikatakan Bung Karno jika melihat realitas hari ini. Hari ini kita dikhianati oleh saudara sebangsa dan setanah air kita sendiri. Harga diri bangsa ini dijual demi kepentingan pribadi dan golongan. Negeri dijual murah ke korporator asing demi pribadi dan golongan. Di satu sisi kami berdiri dengan semangat optimisme ingin menyelamatkan negeri ini, ingin berdiri diatas kaki sendiri namun disisi lain kami dihempaskan jatuh oleh mereka yang ingin menghancurkan negeri ini dengan topeng menjaga persatuan bangsa.
                Akhirnya,mari kita bersama-sama menanti episode selanjutnya dari panggung politik negeri ini pasca penetapan hasil rekapitulasi nasional KPU yang “cacat” kemarin. Kita tunggu episode menarik selanjutnya yang akan membuat kita penasaran. Ingat selalu bahwa hukum karma akan menimpa siapapun yang meraih sesuatunya dengan kecurangan dan kejahatan. Becik Ketiti Olo Ketoro. Pada akhirnya kebaikan nantinya akan mengisahkan kisahnya. Selalu ada hikmah dibalik peristiwa. Pada intinya kepada semua warga negeri yang telah memilih Prabowo Hatta saya ucapkan selamat. Anda adalah orang-orang yang berani mengambil keputusan untuk perubahan besar negeri ini. Meski di prosesnya kita dicurangi yakinlah akan ada cahaya terang dibalik kegelapan. Yakinlah kita akan bersatu melawan setiap penindasan dan ketidakadilan. Jangan pernah takut berkata yang benar meski itu mengantar diri kita pada kematian agung. Yo’ure The Real Fighters…!!! Karenanya pula maka sejak bapak Prabowo Subianto menyampaikan pernyataan sikapnya 22 Juli kemarin, Koalisi Merah Putih berganti nama menjadi “Koalisi Perjuangan Merah Putih Untuk Keadilan”. Keep The Spirit Brothers…!!!

Thursday, July 17, 2014

"KONSPIRASI DIBALIK MOMEN PILPRES 2014"

Muhammad Fadhly Thahir

         Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 telah usai. Sebagian kita merasa lega namun tak sedikit yang masih merasa was-was. Sebagian lega karena merasa hak selaku warga negara dalam menentukan pemimpin 5 tahun kedepan telah usai. Masalah siapa menang siapa kalah itu bukan urusan mereka lagi. Sebagian juga masih merasa was-was dikarenakan capres pilihan mereka masih dalam tanda Tanya menang atau kalah. Jujur, secara pribadi saya berada di pihak yang berbeda dari keduanya. Saya tetap optimis pilpres kali ini akan melahirkan pemimpin yang mampu membawa perubahan bagi negeri ini. Rasa was-was saya justru lahir dari sisi lain dari momen pilpres ini. Ketidaktahuan sebagian besar warga negeri tentang “sesuatu” hal dibalik momen bersejarah ini. Dalam bahasa komunikatif yang lebih modern disebut “konspirasi”.

        Mungkin banyak dari kita yang bertanya-tanya, mengapa momen pilpres kali ini sangat berlebihan? Bukankah kita telah melewatkan momen yang sama di beberapa tahun sebelumnya. Toh ini bukan momen pertama kali kita memilih pemimpin negeri secara langsung. Dalam perkembangannya tak sedikit mengnggap hal ini sebagai sesuatu yang overreaktif. Menganggap orang-orang yang menanggapi momen pilpres kali ini berlebihan. Lebay. Ok, tak salah memang jika sebagian beranggapan seperti itu. Namun ada baiknya kita simpan dulu statement itu dan mari kita coba bersama-sama memahami apa yang sebenarnya terjadi. 

         Menjawab statement sebagian masyarakat yang menyatakan kita berlebihan dalam penyikapan pilpres kali ini saya menjawab singkat, karena ketidaktahuan mereka secara menyeluruh tentang sesuatunya terkait pilpres ini. Pemilu kali ini mengapa terasa berbeda, tensi politik juga berbeda dan tentunya respon masyarakat juga sedikit berbeda itu karena baru kali ini kita dihadapkan pada situasi memilih 1 diantara 2 pilihan. Hanya ada dua pasang capres. Tentunya berbeda dengan pilpres sebelumnya dimana pasangan capres cawapres lebih dari dua. Hal ini praktis menjadikan warga negeri ini terbagi dua. Tak ada pilihan ketiga, tak ada jalan lainnya. Selain itu dikarenakan belum terbiasanya bangsa ini menghadapi momen dua calon. Tak seperti di Amerika Serikat dimana warganya sudah terbiasa dengan momen dua calon setiap pilpres dikarena partai yang ada pun cuma dua, Republik dan Demokrat.

         Terlepas daripada itu ada sebuah hal yang sebenarnya sudah sangat lama ingin saya utarakan kepada kepada saudaraku sebangsa dan setanah air tentang momen pilpres ini. Sebuah hal yang selama ini menjadikan saya dalam kondisi yang tertegun dan terkadang juga was-was jika melihat dan menganalisis kaitan antara satu momen dengan lainnya terkait pilpres ini. Hal yang saya maksud adalah konspirasi hitam untuk negeri tercinta di balik momen bersejarah ini, dibalik pencalonan salah satu capres. Perlu digarisbawahi bahwa disini saya tidak sedang menyebar fitnah, berita miring atau kampanye hitam seperti yang sering dituduhkan kepada media-media atau opini personal pendukung capres. Ini semua saya tulis murni untuk berbagi informasi yang boleh jadi sebagian dari kita belum mengetahui. Murni untuk baiknya negeri ini kedepannya melalui perubahan pola pikir masyarakat terhadap setiap momen penting dalam aspek kehidupan berkebangsaan. 

         Berawal dari skenario konspirasi berbagai kelompok dan kepentingan sehingga melahirkan sebuah rekayasa politik di tahun 2013. Namun sebenarnya hal ini sudah dirancang jauh sebelum tahun 2013 tiba, jauh sebelum momen pilpres 2014 tiba. Indonesia sebagai negara yang penuh potensi nan kaya tak ayal menjadikan negeri ini punya daya tarik yang luar biasa buat siapa saja yang memiliki hasrat duniawi yang tinggi. Pemuasan kepentingan kelompok dan relasi bahkan kepentingan asing menjadikan upaya-upaya untuk menguasai sumber daya alam negeri ini tak pernah ada habisnya. Itu semua dilakukan oleh para elit politik busuk negeri ini yang rela menjual harga dirinya, menjual negerinya sendiri kepada pihak asing demi kekuatan financial yang semakin besar dan demi kepentingan kelompoknya. Dilakukan oleh konglomerat Cina dan beberapa negara Barat yang sangat bernafsu menguasi negeri ini lewat penanaman modal asing serta pengolahan SDA negeri ini. Dilakukan oleh sekelompok anti agama mayoritas di negeri ini yang tidak ingin melihat agama mayoritas negeri ini menjadi pemegang kendali pemerintahan dan pengambil kebijakan utama. Kesemuanya bersatu dibawah perjanjian sevisi “Menghancurkan Indonesia dan menghilangkan masa depan generasi bangsa”. 

         Berlanjut dari semua itu mulailah disusun gerakan-gerakan berbasis ideologi, sosial, budaya dan berbagai sektor kehidupan lainnya dimana kesemuanya merujuk pada arah tatanan fundamental kebangsaan. Menguasai panggung politik itulah tujuan konspirasi ini yang selanjutnya melalui jalur politik mereka mampu dengan mudah mengarahkan setiap kebijakan dan kepentingan sesuai dengan keinginan mereka. Tujuan akhirnya, mengambil alih kepentingan ekonomi secara total dan menguasai seluruh sendi kehidupan negeri. Luar biasa.

      Melalui konsolidasi solid diantara para cukong-cukong dalam negeri, konglomerat Cina dan kepentingan asing akhirnya terbentuklah tatanan pekerja-pekerja/relawan konspirasi hitam. Runutannya seperti ini. Pembuat konspirasi (Conspiracy maker) ada Stanley Greenberg dari partai demokrat AS, Part Robertson dari partai Republik, Anthony Salim, James Riady, Chairul Tanjung dan Cina. Jangan lupakan Bill Clinton,sahabat karib James Riady. Dalam waktu dekat ini mau datang ke Indonesia. Sebuah siasat lagi. Jaringan ini punya sayap dalam menjalankan misi yang disokong oleh sayap militer (intelligent support). Kemudian dalam menjalankan misinya dana disokong langsung oleh para konglomerat Cina pemilik perusahaan-perusahaan besar di negeri ini melalui Cina Connection termasuk koneksi salah satu agama minoritas negeri. Selanjutnya dalam pelaksana teknis lapangan terdapat relawan-relawan yang siap dan rela menjual harga diri bangsa demi suksesnya misi konspirasi ini. Disinilah mereka membentuk relawan social media (Jasmev), Relawan jokowi (Projo), kelompok sosialis, LSM, Kelompok musuh dalam selimut Islam (Syiah, Islam Liberal, Ahmadiyah cs) dan Lembaga survey (Cyrus, LSI, CSIS, SRMC, dll). Selain itu mereka dibantu oleh media yang dikomandoi Dahlan Iskan cs beserta pemilik media massa di koalisi (Tempo, Detik, BeritaSatu, Metro TV, Indosiar, Trans TV, dll hingga pada akhirnya TVRI sebagai media pemerintah pun sukses mereka amankan). Kesemuanya merujuk pada penguasaan media 80%. Media-media nilah yang bertugas membentuk opini/citra hingga popularitas capres sokongan mereka melejit yang pada akhirnya tiba di pilpres 2014. Misi terakhir adalah lahirnya capres boneka. Siapakah dia? Pasti sudah tahu. Jokowi.

         Alur konspirasinya sudah saya paparkan. Kita lanjut pada kenyataan di lapangan sebagai bukti tindak lanjut dari misi konspirasi ini. Bagi masyarakat yang tahu dengan semua ini pastinya taka asing lagi dan sudah tanggap dengan semua pemberitaan media yang sesat menyesatkan. Mereka pastinya tidak akan mudah tertipu dan termakan omongan media. Namun memang menjadi sebuah ironi ketika sebagian besar masyarakat kita belum cerdas dalam menganalisa yang pada akhirnya melahirkan antitesa dalam arah perpolitikan serta wawasan berkebangsaan kita. Puncaknya pada pilpres 9 Juli kemarin, ternyata masih banyak warga negeri ini yang belum cerdas dalam memilih dan menilai realitas. Buktinya pemilih Jokowi JK berada di pusaran 40 an persen versi real count pusat tabulasi nasional. Itu artinya sekitar 113 juta warga negeri ini menjadi korban opini media dlam lingkaran konspirasi internasional. Miris. 

          Melihat fakta diantara kedua calon presiden pun sebenarnya jika masyarakat jeli dalam menilai pasti sudah bisa membedakan mana yang betul-betul punya kapasitas dan wawasan yang mumpuni dan mana yang tidak. Tidak bisa dipungkiri, media massa hari ini sukses mempengaruhi opini publik begitu besar. Hal ini pula yang mengindikasikan mengapa sebagian besar media yang menyokong capres boneka Jokowi ini dimiliki oleh konglomerat China. Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika kekuatan ekonomi negeri ini 80% dikuasai oleh konglomerat etnis Cina. Bukti shahih salah satunya bahwa 90% dari daftar orang terkaya di Indonesia hingga tahun 2014 ini dikuasai oleh etnis Cina. 10% pribumi yang masuk kategori pun pada hakikatnya bukan karena usaha mandiri mereka memamfaatkan potensi negeri tapi karena bantuan proxy asing. Hanya 5% yang betul-betul sukses menjadi miliarder dengan status kreatifitas anaka bangsa tulen. Fakta yang sangat menyesakkan dada dan kepala kita. 

         Media sukses membuat pencitraan jokowi secara instan. Pembentukan citra itu dimulai tahun lalu saat Jokowi masih menjabat sebagai walikota Solo. Momen mobil Esemka adalah pembuka pintu pencitraan itu. Meski pada akhirnya diketahui bahwa ternyata mobil esemka itu buatan China. Starting Point sukses. Selanjutnya adalah tahap pencalonan Jokowi sebagai gubernur DKI. Awak media beserta relawan lapangan dan relawan Jasmev gencar melakukan kampanye hitam, fitnah kepada lawan politik serta berbagai macam tindakan pencitraan lainnya. pada akhirnya misi mereka pun sukses mengantarkan Jokowi ke DKI 1. Selanjutnya misi puncak adalah menggiring opini publik bahwa Jokowi lah calon presiden Indonesia yang terbaik. Sepanjang pertengahan 2013 hingga momen pilpres 2014 nyaris Jokowi menjadi trending topic negeri ini. Misi mereka sukses membentuk opini publik. Tak heran saat itu saking boomingnya etnis cina ini sampai-sampai media menggelari dirinya sebagai “Manusia Setengah Dewa”, “Ratu Adil” dan seonggok gelar yang bahkan mengalahkan gelar para Nabi. Naudzubillah. Sungguh terlalu. 

        Media pendukung jokowi juga sukses membentuk opini public bahwa Jokowi adalah sosok sederhana dan merakyat. Yang sejatinya semuanya adalah KAMUFLASE. Bullshit. Dihadapan warga ia bertindak bak sosok rakyat semenjana bersahaja, naik bendi dan menyapa warga namun di belakang rakyat ia asyik naik jet dengan fasilitas mewah tiap kali berkunjung ke suatu daerah. Dan lagi-lagi media pastinya tak akan meliput aktivitas naik jet itu. Ke pematang sawah mengambil prosesi pemotretan dan tak menyapa petani yang antusias menyambutnya. Masuk got, lorong-lorong ibukota hanya tuk pencitraan terlepas dari karakter sejatinya sebagai seorang mandor, kontrol sana sini. Masyarakat dibodohi. Sedikit saya ungkap kerja-kerja Prabowo di masyarakat yang boleh jadi selama ini tertutup oleh media. Ia senantiasa turun ke masyarakat langsung, naik bendi juga, jalan kaki tapi tak pernah ia mau media meliputnya. Ia dekat dengan petani, nelayan, masyarakat ekonomi lemah lainnya. Ia bekerja tulus untuk negeri dan tak butuh topeng pencitraan. Tak seperti partai pengusung Jokowi yang mengaku pembela wong cilik tapi ternyata berkomplot dengan koalisi konspirasi busuk yang menjual negeri ini kepada asing. 

        Orang yang cerdas dalam menilai kualitas calon pemimpin dapat melihat potensi itu dari bahasa tubuh, tatapan mata, retorika berbicara, wawasan, penyikapan dan pengambilan keputusan serta pada keutuhan potensi intelektualitas. Dalam debat capres yang diselenggarakan KPU sebanyak enam kali pastinya kita sudah bisa menilai mana yang sebenar-benarnya calon pemimpin ideal mana yang bukan. Mana yang wawasannya luas mana yang sempit. Mana yang memiliki visi kebangsaan yang jelas dan mana yang tidak. Mana yang memiliki tawaran solusi yang konkret dan mana yang menggampangkan segala sesuatunya, akurapopo. Mana yang punya retorika yang jelas dan mana yang mencla mencle. Banyak hal yang bisa kita pertimbangkan baik-baik.

         Sebenarnya bukan pada sosok Jokowi semata kita memusatkan perhatian tapi yang lebih besar adalah orang-orang atau pihak-pihak yang bermain dibelakangnya. Merekalah yang akan memegang peranan dan menjalankan fungsi utama jika Jokowi menjadi presiden. Jokowi tak lebih hanyalah boneka. Relakah kita sebagai anak bangsa melihat negeri ini menjadi jajahan ekonomi politik, budaya dan aspek kehidupan lainnya dari asing? Relakah kita melihat tiap tahunnya trilyunan uang negara mengalir ke luar negeri, ke kantong-kantong konglomerat hitam dan asing? Relakah kita melihat masa depan generasi bangsa ini mati? Relakah kita menjadi tamu di negeri sendiri? Itulah mengapa jargon yang diangkat Prabowo Hatta dalam momen pilpres ini yaitu “Selamatkan Indonesia”. Pak Probowo tahu bahwa kita selama ini tidak berdiri di atas kaki sendiri. Kita terlalu asyik menjadi bangsa konsumen bukan produsen. Harga diri kita sebgai sebuah bangsa begitu rendah dan sangat mudah dibeli. 

         Dari semuanya pastinya kita sudah bisa menebak mengapa pihak asing dan konglomerat Cina sangat tidak ingin jika Prabowo menjadi presiden. Yaa,,jawabnya karena kepentingan bisnis mereka yang selama ini berada di zona nyaman akan terusik. Mereka akan kehilangan lahan tambang penghasil uang selama ini. Bisnis mereka yang sudah beranak pinak mengantarkan mereka bermandikan materi akan hilang. Freeport nasibnya diujung tanduk, Newmont senasib, Exoon, Shell, dan sebagainya akan kehilangan hak kelola. Olehnya itu mengapa mereka mati-matian mengupayakan Jokowi menjadi presiden. Tak tanggung-tanggung mereka sudah mengeluarkan trilyunan untuk biaya pencitraan jokowi di media. Mereka siap menggelontorkan uang berapa pun asalkan Jokowi menang. 

          Lebih daripada itu konspirasi tuk mengambil alih pengambilan kebijakan di negeri ini juga dimotori oleh para cukong-cukong musuh dalam selimut Islam. Disana ada tokoh-tokoh islam liberal seperti Prof Syafi’I maarif cs, pengkritik Al Quran seperti Musdah Mulia cs, Syiah dengan Jalaluddin Rahmat cs yang sukses menembus parlemen lewat PDIP, tokoh-tokoh lainnnya yang berkedok islam namun pemikirannya bukan islam seperti Alwi Shihab dan Quraisy Shihab. PDIP yang selama ini memang menajdi sarangnya politikus non muslim berlindung dan melaksanakan praktek korupsi dan penjualan negara terus didukung oleh media-media pendukung. Data rilis KPK dan Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis bahwa partai terkorup adalah PDIP. Menjadi sebuah ironi dikarenakan kader-kader mereka tak pernah nongol di media dan menjadi trending topik. Mereka seakan partai yang bersih padahal disanalah gudang dan produsen koruptor kelas kakap dihasilkan. 

         Penggiringan opini sekali lagi dilakukan pasca pilpres. Klaim kemenangan sepihak yang sangat cepat berdasar Quick Count yang sudah diatur. Tanya kenapa? Gunanya untuk menggiring opini publik bahwa Jokowi JK memang telah benar-benar memenangkan pilpres yang jika nantinya hasil akhir di 22 Juli berbeda maka mereka punya alasan untuk menggugat KPU dengan alasan ada indikasi kecurangan. Masih ingat dengan pernyataan JK dan relawan Jokowi yang kesemuanya punya implikasi simbiosis satu sama lainnya? JK berkata “Hanya kecurangan yang bisa mengalahkan kita”. Ingat juga instruksi internal dari ketua seknas pemenangan Jokowi kepada seluruh relawan salam dua jari “Menang atau Perang”. Dahsyat. Trik PKI digunakan. PKI memang sedang bangkit melalui partai moncong putih pada momen pilpres kali ini. Indikasi inilah yang mengarah pada kondisi chaos yang disetting jika hasil dari 22 Juli nanti berbeda dengan versi Quick Count abal-abal acuan mereka. TNI telah mencium gelagat tak baik ini dan olehnya itu menginstruksikan untuk tembak di tempat jika ada yang berani memancing kericuhan. Tahukah anda bahwa momen kericuhan yang diharapkan terjadi pada momen pilpres ini juga menjadi bagian dari konspirasi yang saya paparkan sebelumnya. Di Singapura dan Australia sekarang kapal perang AS sudah disiapkan jauh sebelumnya untuk masuk menyerang Indonesia jika pada akhirnya terjadi kekisruhan pasca pilpres ini. Itu alasan mereka untuk bisa masuk dengan alasan bertindak selaku pasukan Dewan Keamanan PBB untuk menetralisir suasana. Licik. Padahal memang itulah rencananya. Tujuan akhirnya, mencampuri urusan dalam negeri Indonesia yang berbuntut pada tekanan kepada KPU dan MK untuk memenangkan Jokowi. 

        Sebenarnya jika saya ingin mengungkap secara detail semua fakta konspirasi yang ada dibalik momen pilpres ini, dibalik pencapresan Jokowi maka sungguh sangat panjang dan boleh jadi menjadikan anda tak henti menggelengkan kepala dan mengusap dada. Saya hanya ingin menyadarkan kita semua selaku anak bangsa untuk tidak mudah tertipu oleh media. Telaah baik-baik apa yang kita lihat dan baca sehingga kita tidak menjadi bagian dari orang-orang yang masuk ke dalam perangkap hitam. Menjadi orang-orang yang tak menggunakan nalar dan hati nurani kita secara utuh dalam merespon setiap realita yang ada. Mari kita berdoa bersama-sama agar negeri ini dilindungi dari berbgai macam konspirasi busuk dan makar  yang bertujuan menghancurkan negeri setengah surga ini. Untuk baiknya masa depan kita dan anak cucu kita kelak. Insya Allah, saya yakin Allah SWT telah merencanakan yang terbaik untuk negeri ini. Saya pun yakin bahwa Presiden Indonesia 2014-2019 yang telah tertulis di lauhm mahfuz adalah ia yang mencintai negeri ini dengan hati dan tindakannya yang akan menjaga kedaulatan dan harga diri negeri ini. Insya Allah. Amin Yaa Rabbal Alamin.