MEMAKNAI SENSITIVITAS WANITA
MEMAKNAI SENSITIVITAS WANITA
Wanita tercipta ke muka bumi dengan
ragam keunikannya sendiri. Ia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan beragam
karakter yang unik. Namun, ada satu karakter yang sebenarnya baik jika ia
dikelola dengan baik namun buruk jika ia terus berjalan seiring waktu tanpa ada
usaha untuk mengarahkan ia sehingga tetap dalam kontrol kita. Karakter itu
adalah sensitif. Tiap wanita memiliki satu karakter ini.
Namun,bagaimanakah karakter atau sisi sensitivitas seorang wanita? Mari kita
coba untuk menelaahnya dengan sedikit memberi perbandingan dari aspek ruang
pandang kehidupan. Tak bisa dipungkiri bahwa wanita itu memiliki sifat sensitif
akan berbagai macam hal dan rasa. Saking sensitifnya seorang wanita sehingga
tak jarang kita jumpai banyak dari mereka yang secara tak sadar meluapkan emosi
sensistivitasnya secara berlebihan sehingga tak lagi berada dalam taraf
kewajaran.
Namun,
sebelum kita terlalu jauh melangkah ada baiknya saya mengantar ruang berpikir
kita atau sekedar mengingatkan bagi mereka yang sudah tahu akan ikhwal
karakteristik umum dari seorang wanita. Yang ingin saya utarakan adalah tabiat
wanita yang mereka bawa sedari lahir adalah mengedepankan aspek rasa atau
perasaan dalam memandang dan menyikapi setiap persoalan. Hal ini sudah tak
terbantahkan lagi oleh para peneliti dan ahli tentang psikologi ataupun para
ahli tentang kehidupan. Berbeda dengan lelaki yang memiliki tabiat bawaaan
senantiasa mengedepankan aspek rasionalitas dalam memandang dan menyikapi
setiap persoalan. Namun tidak berarti bahwa laki-laki itu tidak memiliki
perasaan. itu pandangan yang salah. Namun memang dalam kenyataannya dalam
kehidupan ini tidak banyak kita temukan sosok lelaki yang mampu menyeimbangkan
dengan baik antara sisi rasionalitas mereka dengan sisi perasaan dalam
memandang persoalan. Dua perbedaan ini memang memiliki kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Perbedaan cara pandang dan penyikapan terhadap setiap pesoalan
inilah yang sering menjadikan pihak wanita dan laki-laki berselisih paham
sehingga berujung pada kesalahpahaman. Padahal semestinya dua kutub tabiat ini
akan indah jika kita mampu mempertemukan dan mengolahnya bersama. Namun tak
ayal jika telah terjadi maka yang ada adalah rasa tak enak yang muncul dari
kedua belah pihak.
Sering kita temukan dalam keseharian kita sebuah fenomena yang mungkin
saja itu adalah hal sepele damun kita melewatkan dari ruang analisa kita. Ambil
contoh ketika terjadi sebuah pertengkaran atau selisih paham antara seorang
lelaki dengan seorang wanita. Dimana pada posisi itu dari berbagai sudut
pandang kajian rasionalitas disertai alasan yang lugas dan shahih lelaki inilah
yang benar.akan tetapi ketika permasalahan ini melibatkan banyak saksi atau
audience dari pihak wanita yang mungkin saja saat itu pihak laki-laki kurang
maka bisa dipastikan pihak lelaki tadi lah yang tervonis bersalah. Dikatakanlah
dia memang lelaki yang tidak punya rasa malu, beraninya sama perempuan, tidak
tahu aturan,bla bla bla dan seterusnya. Nyaris semua wanita yang hadir disitu satu
suara meski ada dalam hitungan jari yang mungkin tidak kompak memvonis lelaki
tadi bersalah. Ini bisa terjadi karena memang dalam pandang dunia psikologi
mengatakan bahwa aspek perasaan wanita dalam memandang dan menyikapi
permasalahan itu bermain penuh dalam ruang berpikir mereka sehingga menyisakan
sedikit saja ruang pada sisi rasionalitas untuk bekerja. Alhasil yang
sebenarnya benar terlihat salah karena bawaaanya selalu balik ke perasaan.
Padahal yang sebenarnya memang dari pihak wanita yang berselisih paham tadilah
yang terlalu meluapkan emosi dan perasaannya. Lengkap sudah dengan bahasa iba
dan prihatin sesama gender jadinya katup rasionalitas untuk klarifikasi masalah
mendapatkan jalan buntu. Hanya sedikit kemudian yang mampu keluar dari kutub
itu dan mencoba lebih realistis melihat situasi dan kondisi.
Satu
tipikal inilah yang kemudian menjadikan wanita itu suka menyerang objek serangannya
secara beramai ramai dengan kata-kata yang pedas. Kata-kata singgungan yang keluar
seakan melewati setiap penyaringan yang seharusnya mereka lewati sebelum
kata-kata itu keluar. Bahkan lebih parahnya lagi mereka pun secara berjamaah
menghasut teman sesama jenisnya yang sebenarnya memiliki tipikal lemah lembut
untuk ikut judes dan berkata-kata tidak baik. Mereka bilang “ntar kita ajarin
kamu caranya, masak kamu mau diem aja..!! dan kata-kata ajakan lainnya. Lewat
media social pun hal ini mudah kita temukan. Sengaja update status truz secara
berjamaah semua berkomentar dibawahnya mengarah ke personal tertentu yang
dimaksud meski disertai candaan namun candaan itu tak lebih sekedar bumbu
penyedap masakan saja. Ironis kata-katanya, “udah,yang lebay kek gitu buang aja
ke laut”, satunya menimpali “ke laut mah gak keren ke hutan belantara aja sono”
bahkan di lain episode malah ada yang bilang “udah, gak usah dipeduliin ntar jg
mampus tuch orang” akhirnya terus berlanjut hingga tak sadar bahwa mereka saat
itu layaknya maaf (serigala betina) yang memangsa ramai-ramai mangsanya.
Naudzubillahi min zalik. Sayang beribu sayang bahwasanya candaan mereka atau
guyonan yang lahir tak melalui prosedur kearifan yang pasti.
Ada lagi sebuah fenomena dimana ketika seorang wanita mendapat perlakuan
tak biasa dari seorang lelaki dalam hal perhatian. Ada beberapa wanita yang menyikapinya
secara frontal memaknai negatif adapula yang bersikap biasa-biasa saja dan
adapula yang menanggapinya dengan ekspresi lain. Kita coba untuk menelaah sikap
wanita yang langsung memaknai hal ini secara negatif. Bohong besar atau bahkan
bisa dikatakan munafik wanita yang menafikan kebutuhan naluriah dan keinginan
mereka untuk mendapatkan yang namanya perhatian. Padahal jika perhatian yang
diberikan oleh orang lain atau lawan jenis itu mampu mereka kelola dengan baik
maka itu sebenarnya bisa menjadi karunia bagi mereka selama mereka tahu sampai
batasan mana sebuah perhatian itu bisa mereka terima atau tidak. Itu saja. Yang
kurang tepat adalah ketika mereka langsung berprasangka negatif terhadap sang
pemberi perhatian dan beranggapan yang tidak-tidak kepadanya. Wanita yang
memiliki sisi sensitivitas yang terkelola dengan baik akan mampu membedakan
mana laki-laki yang serius serta betul-betul punya itikad baik dan mana yang
hanya bermain-main atau bahasa kasarnya hanya ingin mempermainkan wanita.
Kata-kata pedas dan tak tertata dengan baik yang keluar dari mulut
seorang wanita yang bersumber dari olah perasaaannya bisa saja menjadi bumerang
bagi mereka saat ini dan dimasa yang akan datang. Bukankah dalam lubuk hati
terdalam setiap wanita menginginkan seorang lelaki atau imam yang baik yang
mampu membimbingnya dalam membina bahtera rumah tangga. Realitas dunia
membuktikan bahwa perbandingan antara laki-laki dan wanita saat ini adalah 1:7.
Ini berarti bahwa di belakang seorang lelaki ada tujuh wanita yang mengantri
untuk mendapat satu jatah tersedia. Bayangkan jika setiap lelaki hanya memilih
satu wanita saja menjadi pendamping hidupnya maka bisa dipastikan bahwa keenam
wanita lainnya akan tersisih dari persaingan. Mau tidak mau mereka harus
mengantri lagi di tempat pengantrian lain jika masih ingin berada pada pusaran
membina mahligai rumah tangga yang diimpikan Hal ini dikarenakan kondisi yang
menjadikan wanita bukan lagi menjadi permata di dasar lautan akan tetapi sudah
menjadi buih di permukaan lautan dikarenakan jumlah mereka yang sudah begitu
banyak dibanding sebelum era 2000 an. Dibahasakan bumerang bagi para wanita
karena implikasi yang ada saat ini akan menjadi referensi kedepannya bagi para
lelaki dalam memilih pasangan hidupnya kelak. Jangan sampai karena perkataan
yang tak semestinya keluar dari mulut seorang makhluk yang penuh kelembutan
menjadikan ia masuk dalam daftar blacklist dari pengamatan lelaki
sebagai calon pendamping hidupnya. Olehnya itu penting bagi setiap wanita untuk
menjaga tiap perkataan yang keluar dari mulutnya,tidak asal ceplas ceplos.
Menjaga setiap tingkah lakunya karena semua itu akan menjadi penilaian
tersendiri bagi laki-laki dalam menilai kriteria wanita yang akan menjadi
pendamping hidupnya kelak. Dikarenakan membina rumah tangga bukanlah hal yang
main-main olehnya itu proses menuju kesana juga tak boleh asal.
Wanita
adalah makhluk ciptaan-Nya yang maha indah. Saking indahnya sampai-sampai
mereka senantiasa menjadi patron dalam hal-hal besar kehidupan. Pun namanya diabadikan
dala nama salah satu surah di Al Quran.
Surah An Nisa. Sungguh sebuah ironi jika tabiat yang ada dalam diri setiap
perempuan itu tak mampu mereka analisa dan sadari dalam sebuah proses perenungan
dan pembelajaran. Tabiat yang menjadikan mereka seharusnya mulia bukan hina
karena ketidakmampuan mereka mengontrol tabiat itu dengan baik dan
proporsional. Untuk menghilangkan memang susah bahkan tidak bisa karena itu
sudah menjadi karakter bawaan yang ada di setiap diri namun untuk mengarahkan
ia ke arah yang semestinya itu bukan sebuah hal yang mustahil.
Disini kita tidak coba untuk bertindak dan berdiskusi tidak adil. Disini
kita tidak ingin timpang dalam menilai. Disini kita tidak ingin menafikan satu
gender. Namun disini kita coba untuk berdinamika dan berdialog tentang sebuah
hal sepele dari kehidupan seorang wanita yang mungkin saja selama ini kita
hanya terdiam dan tak coba untuk meluruskannya. Maaf,ini adalah sebuah realita
olehnya itu kita juga harus menyikapinya secara realistis dan membuka dada kita
dengan lapang untuk berproses dan memahami. Sebagai sebuah proses pembelajaran
bagi kita semua bahwasanya tak ada dari tiap diri kita baik itu lelaki ataupun
wanita yang tidak luput dari kekurangan. Muhasabah diri sangat penting guna
terus meningkatkan derajat kita dimata Allah dan keanggunan kita dimata manusia
sebagai pribadi yang berbudaya dan berakhlak mulia. Memperbaiki hubungan kita sesama
manusia sehingga harmonisasi kehidupan ini terasa lebih indah. Wallahu a’lam
bisshawab.
0 comments:
Post a Comment