Wednesday, June 12, 2013

MEMAKNAI SENSITIVITAS WANITA

MEMAKNAI SENSITIVITAS WANITA

Wanita tercipta ke muka bumi dengan ragam keunikannya sendiri. Ia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan beragam karakter yang unik. Namun, ada satu karakter yang sebenarnya baik jika ia dikelola dengan baik namun buruk jika ia terus berjalan seiring waktu tanpa ada usaha untuk mengarahkan ia sehingga tetap dalam kontrol kita. Karakter itu adalah sensitif. Tiap wanita memiliki satu karakter ini. Namun,bagaimanakah karakter atau sisi sensitivitas seorang wanita? Mari kita coba untuk menelaahnya dengan sedikit memberi perbandingan dari aspek ruang pandang kehidupan. Tak bisa dipungkiri bahwa wanita itu memiliki sifat sensitif akan berbagai macam hal dan rasa. Saking sensitifnya seorang wanita sehingga tak jarang kita jumpai banyak dari mereka yang secara tak sadar meluapkan emosi sensistivitasnya secara berlebihan sehingga tak lagi berada dalam taraf kewajaran.  


           Namun, sebelum kita terlalu jauh melangkah ada baiknya saya mengantar ruang berpikir kita atau sekedar mengingatkan bagi mereka yang sudah tahu akan ikhwal karakteristik umum dari seorang wanita. Yang ingin saya utarakan adalah tabiat wanita yang mereka bawa sedari lahir adalah mengedepankan aspek rasa atau perasaan dalam memandang dan menyikapi setiap persoalan. Hal ini sudah tak terbantahkan lagi oleh para peneliti dan ahli tentang psikologi ataupun para ahli tentang kehidupan. Berbeda dengan lelaki yang memiliki tabiat bawaaan senantiasa mengedepankan aspek rasionalitas dalam memandang dan menyikapi setiap persoalan. Namun tidak berarti bahwa laki-laki itu tidak memiliki perasaan. itu pandangan yang salah. Namun memang dalam kenyataannya dalam kehidupan ini tidak banyak kita temukan sosok lelaki yang mampu menyeimbangkan dengan baik antara sisi rasionalitas mereka dengan sisi perasaan dalam memandang persoalan. Dua perbedaan ini memang memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Perbedaan cara pandang dan penyikapan terhadap setiap pesoalan inilah yang sering menjadikan pihak wanita dan laki-laki berselisih paham sehingga berujung pada kesalahpahaman. Padahal semestinya dua kutub tabiat ini akan indah jika kita mampu mempertemukan dan mengolahnya bersama. Namun tak ayal jika telah terjadi maka yang ada adalah rasa tak enak yang muncul dari kedua belah pihak.


          Sering kita temukan dalam keseharian kita sebuah fenomena yang mungkin saja itu adalah hal sepele damun kita melewatkan dari ruang analisa kita. Ambil contoh ketika terjadi sebuah pertengkaran atau selisih paham antara seorang lelaki dengan seorang wanita. Dimana pada posisi itu dari berbagai sudut pandang kajian rasionalitas disertai alasan yang lugas dan shahih lelaki inilah yang benar.akan tetapi ketika permasalahan ini melibatkan banyak saksi atau audience dari pihak wanita yang mungkin saja saat itu pihak laki-laki kurang maka bisa dipastikan pihak lelaki tadi lah yang tervonis bersalah. Dikatakanlah dia memang lelaki yang tidak punya rasa malu, beraninya sama perempuan, tidak tahu aturan,bla bla bla dan seterusnya. Nyaris semua wanita yang hadir disitu satu suara meski ada dalam hitungan jari yang mungkin tidak kompak memvonis lelaki tadi bersalah. Ini bisa terjadi karena memang dalam pandang dunia psikologi mengatakan bahwa aspek perasaan wanita dalam memandang dan menyikapi permasalahan itu bermain penuh dalam ruang berpikir mereka sehingga menyisakan sedikit saja ruang pada sisi rasionalitas untuk bekerja. Alhasil yang sebenarnya benar terlihat salah karena bawaaanya selalu balik ke perasaan. Padahal yang sebenarnya memang dari pihak wanita yang berselisih paham tadilah yang terlalu meluapkan emosi dan perasaannya. Lengkap sudah dengan bahasa iba dan prihatin sesama gender jadinya katup rasionalitas untuk klarifikasi masalah mendapatkan jalan buntu. Hanya sedikit kemudian yang mampu keluar dari kutub itu dan mencoba lebih realistis melihat situasi dan kondisi.

         
       Satu tipikal inilah yang kemudian menjadikan wanita itu suka menyerang objek serangannya secara beramai ramai dengan kata-kata yang pedas. Kata-kata singgungan yang keluar seakan melewati setiap penyaringan yang seharusnya mereka lewati sebelum kata-kata itu keluar. Bahkan lebih parahnya lagi mereka pun secara berjamaah menghasut teman sesama jenisnya yang sebenarnya memiliki tipikal lemah lembut untuk ikut judes dan berkata-kata tidak baik. Mereka bilang “ntar kita ajarin kamu caranya, masak kamu mau diem aja..!! dan kata-kata ajakan lainnya. Lewat media social pun hal ini mudah kita temukan. Sengaja update status truz secara berjamaah semua berkomentar dibawahnya mengarah ke personal tertentu yang dimaksud meski disertai candaan namun candaan itu tak lebih sekedar bumbu penyedap masakan saja. Ironis kata-katanya, “udah,yang lebay kek gitu buang aja ke laut”, satunya menimpali “ke laut mah gak keren ke hutan belantara aja sono” bahkan di lain episode malah ada yang bilang “udah, gak usah dipeduliin ntar jg mampus tuch orang” akhirnya terus berlanjut hingga tak sadar bahwa mereka saat itu layaknya maaf (serigala betina) yang memangsa ramai-ramai mangsanya. Naudzubillahi min zalik. Sayang beribu sayang bahwasanya candaan mereka atau guyonan yang lahir tak melalui prosedur kearifan yang pasti.

        
         Ada lagi sebuah fenomena dimana ketika seorang wanita mendapat perlakuan tak biasa dari seorang lelaki dalam hal perhatian. Ada beberapa wanita yang menyikapinya secara frontal memaknai negatif adapula yang bersikap biasa-biasa saja dan adapula yang menanggapinya dengan ekspresi lain. Kita coba untuk menelaah sikap wanita yang langsung memaknai hal ini secara negatif. Bohong besar atau bahkan bisa dikatakan munafik wanita yang menafikan kebutuhan naluriah dan keinginan mereka untuk mendapatkan yang namanya perhatian. Padahal jika perhatian yang diberikan oleh orang lain atau lawan jenis itu mampu mereka kelola dengan baik maka itu sebenarnya bisa menjadi karunia bagi mereka selama mereka tahu sampai batasan mana sebuah perhatian itu bisa mereka terima atau tidak. Itu saja. Yang kurang tepat adalah ketika mereka langsung berprasangka negatif terhadap sang pemberi perhatian dan beranggapan yang tidak-tidak kepadanya. Wanita yang memiliki sisi sensitivitas yang terkelola dengan baik akan mampu membedakan mana laki-laki yang serius serta betul-betul punya itikad baik dan mana yang hanya bermain-main atau bahasa kasarnya hanya ingin mempermainkan wanita.


        Kata-kata pedas dan tak tertata dengan baik yang keluar dari mulut seorang wanita yang bersumber dari olah perasaaannya bisa saja menjadi bumerang bagi mereka saat ini dan dimasa yang akan datang. Bukankah dalam lubuk hati terdalam setiap wanita menginginkan seorang lelaki atau imam yang baik yang mampu membimbingnya dalam membina bahtera rumah tangga. Realitas dunia membuktikan bahwa perbandingan antara laki-laki dan wanita saat ini adalah 1:7. Ini berarti bahwa di belakang seorang lelaki ada tujuh wanita yang mengantri untuk mendapat satu jatah tersedia. Bayangkan jika setiap lelaki hanya memilih satu wanita saja menjadi pendamping hidupnya maka bisa dipastikan bahwa keenam wanita lainnya akan tersisih dari persaingan. Mau tidak mau mereka harus mengantri lagi di tempat pengantrian lain jika masih ingin berada pada pusaran membina mahligai rumah tangga yang diimpikan Hal ini dikarenakan kondisi yang menjadikan wanita bukan lagi menjadi permata di dasar lautan akan tetapi sudah menjadi buih di permukaan lautan dikarenakan jumlah mereka yang sudah begitu banyak dibanding sebelum era 2000 an. Dibahasakan bumerang bagi para wanita karena implikasi yang ada saat ini akan menjadi referensi kedepannya bagi para lelaki dalam memilih pasangan hidupnya kelak. Jangan sampai karena perkataan yang tak semestinya keluar dari mulut seorang makhluk yang penuh kelembutan menjadikan ia masuk dalam daftar blacklist dari pengamatan lelaki sebagai calon pendamping hidupnya. Olehnya itu penting bagi setiap wanita untuk menjaga tiap perkataan yang keluar dari mulutnya,tidak asal ceplas ceplos. Menjaga setiap tingkah lakunya karena semua itu akan menjadi penilaian tersendiri bagi laki-laki dalam menilai kriteria wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak. Dikarenakan membina rumah tangga bukanlah hal yang main-main olehnya itu proses menuju kesana juga tak boleh asal. 

         Wanita adalah makhluk ciptaan-Nya yang maha indah. Saking indahnya sampai-sampai mereka senantiasa menjadi patron dalam hal-hal besar kehidupan. Pun namanya diabadikan dala  nama salah satu surah di Al Quran. Surah An Nisa. Sungguh sebuah ironi jika tabiat yang ada dalam diri setiap perempuan itu tak mampu mereka analisa dan sadari dalam sebuah proses perenungan dan pembelajaran. Tabiat yang menjadikan mereka seharusnya mulia bukan hina karena ketidakmampuan mereka mengontrol tabiat itu dengan baik dan proporsional. Untuk menghilangkan memang susah bahkan tidak bisa karena itu sudah menjadi karakter bawaan yang ada di setiap diri namun untuk mengarahkan ia ke arah yang semestinya itu bukan sebuah hal yang mustahil. 



          Disini kita tidak coba untuk bertindak dan berdiskusi tidak adil. Disini kita tidak ingin timpang dalam menilai. Disini kita tidak ingin menafikan satu gender. Namun disini kita coba untuk berdinamika dan berdialog tentang sebuah hal sepele dari kehidupan seorang wanita yang mungkin saja selama ini kita hanya terdiam dan tak coba untuk meluruskannya. Maaf,ini adalah sebuah realita olehnya itu kita juga harus menyikapinya secara realistis dan membuka dada kita dengan lapang untuk berproses dan memahami. Sebagai sebuah proses pembelajaran bagi kita semua bahwasanya tak ada dari tiap diri kita baik itu lelaki ataupun wanita yang tidak luput dari kekurangan. Muhasabah diri sangat penting guna terus meningkatkan derajat kita dimata Allah dan keanggunan kita dimata manusia sebagai pribadi yang berbudaya dan berakhlak mulia. Memperbaiki hubungan kita sesama manusia sehingga harmonisasi kehidupan ini terasa lebih indah. Wallahu a’lam bisshawab.
 


 
 

0 comments:

Post a Comment